Paket SOP Toko Retail Modern

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Toko Retail Modern.

Key Performance Indicator (KPI)

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : Key Performance Indicator (KPI).

Konsultan SOP Perusahaan

Master SOP adalah Konsultan SOP dan Sistem Bisnis untuk bisnis yang Autopilot.

Paket SOP Garmen / Konveksi

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Garmen / Konveksi.

Paket SOP Resto Modern

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Resto Modern.

Wednesday 22 September 2010

Jangan Bertawakkal Pada Matamu,Tapi Pada Allah..

Di Mesir ada seorang pemuda bernama Abbas Assisi. Suatu hari ia bersilaturahim dengan Syaikh Hasan Al Banna pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin, keduanya kemudian bercakap-cakap dan Syaikh Al Banna menanyakan apa rencana Abbas Assisi selanjutnya. Asisi yang baru menyelesaikan pendidikan menengahnya menjelaskan apa yang menjadi rencananya.
Lalu Al Banna berkata: ”mengapa kamu tidak mencoba untuk masuk kemiliteran (menjadi tentara)?"

“Saya punya masalah dengan mata saya” jawab Asisi, ”saya takut tak bisa lulus dalam ujian menembak”

“Tak apa,bertawakallah pada Allah”kata Syaikh Al Banna.

“Bagaimana saya akan bertawakal kepada Allah, sementara saya mengetahui ada masalah dengan mata saya?

“Justru itu”jawab Al Banna” Bertawakkalah kepada Allah, kalau matamu sehat, boleh jadi kamu akan bertawakal kepada matamu”.

Abbas Asisi mengikuti saran Al Banna, ia masuk kemiliteran, saat mengikuti ujian menembak, hatinya kembali diliputi keraguan,tapi ia ingat pesan gurunya itu, maka ia berusaha maksimal dan menyerahkan kepada Allah saja, ternyata ia lulus sebagai peserta terbaik dalam ujian menembak itu.

Saudaraku... Ada pelajaran penting dari cerita ini, Syaikh Al Banna mengingatkan Abbas Asisi, Jika matanya sehat boleh jadi ia akan bertawakal pada matanya bukan kepada Allah.

Inilah yang sering terjadi pada kebanyakan manusia... Ketika ia dalam kondisi baik dan mampu,sering tanpa sadar merasa bahwa apa yang diperolehnya sekarang yang membuat dirinya berhasil,adalah berdasarkan buah dari kemampuan dirinya,

Ia menjadi sombong seperti Qarun yang mengklaim kekayaanya adalah hasil dari kepandaian dan kemampuannya sendiri tanpa ada campur tangan Allah.

Padahal mudah bagi Allah menghancurkan seseorang semudah Allah memuliakan Sesorang.

Dan ketika kita ditimpa kegagalan, kita menjadi mudah putus asa, kita mengeluh pada Allah, bahwa semuanya sudah kita penuhi, tapi mengapa juga masih mengalami kegagalan. Kita lupa bahwa Allahlah yang menentukan segala sesuatu,dan bisa jadi ketentuan Allah berbeda dengan keinginan kita, apa yang ditetapkan Allahlah yang bakal terjadi.

Nasihat Syaikh Al Banna,juga menyadarkan kita,bila kita mempunyai kemampuan terbatas atau tubuh yang tidak sempurna, tidak menjadi halangan buat kita untuk terus berusaha mencapai apa yang kita cita-citakan. Kita tetap terus berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.bertawakallah kepada Allah dalam beramal, maka jiwa kita akan tenang.

Bertawakallah kepada Allah, boleh jadi kita akan terkejut dan tersenyum melihat hasilnya, Kalau Allah berkehendak, apa yang kita rencanakan bisa saja berhasil,walaupun mungkin kelihatan mustahil.

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ ما بِقَومٍ حَتّىٰ يُغَيِّروا ما بِأَنفُسِهِم


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

.::.
Tulisan-tulisan Almarhum Syaikh Abbas Assisi (1339 - 1425 H) antara lain: tulisan-tulisannya, ath-Thariq ila al-Qulub (Jalan Menuju Hati), Da'wah ilallahi Hubb, al-Hubb fillah Risalah, adz-Dzauq Suluk ar-Ruh dan lain-lain.
.::.
Baca juga: Mengenang Kepergian Abbas Assisi
.::.
Refrensi: Sonny AbiFatih

Tuesday 21 September 2010

Sepele: PLN Mengharamkan Rokok

Oleh: Dahlan Iskan*
Inilah CEO's note edisi ke-9 yang untuk menuliskannya tidak perlu mikir. Ini gara-gara e-mail curhat seorang karyawan yang dikirim ke beberapa rekannya pertengahan bulan Ramadan lalu. Salah satu alamat cc e-mail tersebut untuk saya sehingga saya ikut membacanya.
E-mail itulah yang kemudian mendapat reaksi luas, bersahut-sahutan, dari karyawan lainnya.

Saya terus mengikutinya dengan seksama. E-mail itu lantas saya teruskan ke semua direksi PLN. Mereka pun ikut menanggapi. Lalu lintas e-mail antar karyawan itulah yang menjadi bagian pertama CEO's note kali ini. Sedangkan tanggapan para direktur saya tempatkan di bagian berikutnya.

Inilah CEO's note dadakan karena sudah harus terbit pada akhir Ramadan. Agar berkahnya masih kuat. Setidaknya, agar momentumnya masih nyambung. Setidaknya lagi, agar begitu bulan puasa lewat, apa yang dimaksudkan dalam CEO's note ini langsung bisa dilaksanakan di semua kantor PLN di seluruh Indonesia.

Sebenarnya, sudah banyak pimpinan cabang PLN yang menerapkan peraturan ini lebih dulu dari pusatnya, tapi masih sporadis. Beberapa pimpinan cabang PLN memang ikut mengeluhkan pengapnya kantor pusat saat mereka datang ke Jakarta.

Saya sendiri, di tempat saya yang lama (Jawa Pos, Red), pernah mengeluarkan peraturan seperti ini. Jadi, bagi saya tidak ada masalah. Hasilnya juga sudah terbukti sangat baik. Karena itu, kalau sekarang saya dituntut karyawan PLN untuk mengeluarkan ketentuan yang sama, ibaratnya asu rindhik digitik. Seperti orang lapar tiba-tiba disuruh makan xia fei.

Bahkan, ketentuan yang pernah saya buat di tempat saya yang lama itu lebih keras. Larangan tersebut mula-mula hanya berlaku di ruang kerja. Lalu, berhasil diperluas ke seluruh gedung. Dua tahun berikutnya lebih keras lagi: Karyawan yang tidak memedulikan larangan itu tidak boleh memegang jabatan struktural.

Terakhir, larangan tersebut berbunyi: Barang siapa masih melakukannya, tunjangan kesehatannya (biaya pengobatannya) dihapuskan! Untuk apa memberikan tunjangan kesehatan kalau dia sendiri dengan sengaja mengorbankan kesehatannya!

Kebetulan, semua direksi saya waktu itu tidak ada yang begitu. Setidaknya, sudah tidak melakukannya lagi sebelum jadi direktur. Itu sebuah kebetulan yang hebat. Sekarang pun, tidak seorang pun direksi PLN yang melakukannya. Jadi, pasti, peraturan ini akan bisa ditegakkan dengan keras.

Saya perhatikan, di mana-mana, termasuk di anak-anak perusahaan tempat saya dulu bekerja, ketentuan seperti ini sulit dilaksanakan karena satu alasan: di antara pimpinannya sendiri ada yang melakukannya. Bahkan, sebagaimana bisa dibaca dalam kutipan e-mail di bawah nanti, ada salah seorang direksi PLN yang di tempat lamanya dulu, di sebuah unit PLN, kerasnya melebihi saya. Di samping ada juga yang lucunya sangat mengabunawas. Yakni, seorang direktur yang aslinya Surabaya dan memang alumnus ITS.

Maka, untuk meneruskan berkah Ramadan itu, ketentuan ini mulai berlaku di PLN sejak hari pertama masuk kerja pasca-Lebaran. SK direksinya sudah diterbitkan awal September lalu. Sebetulnya saya malu. Mengeluarkan ketentuan begini saja kok menghabiskan masa jabatan hampir delapan bulan. Kesannya seperti pimpinan yang tidak tegas.

Perusahaan-perusahaan maju di seluruh dunia sudah lama menerapkannya. Kalau tidak segera dibuat, kesannya, di bidang ini pun PLN ketinggalan jauh. Untung ada e-mail berikut ini. Bisa menjadi pemicu awal ketentuan baru ini:

.::..::.

Bulan Ramadhan memang bulan penuh rahmat. Hikmah Ramadhan kali ini tak hanya membekaskan hikmah-hikmah spiritual, tapi juga yang lain. Setelah beberapa hari memasuki Ramadhan aku merasakan kelapangan tersendiri memasuki ruang kerja.
Ya, dada ini begitu lapang, lega, dan nyamaaaannn.

Tidak seperti hari-hari sebelum Ramadhan.
Semenjak kepindahanku ke PLN Pusat ini lima bulan yg lalu, dada begitu sesaknya. Bahkan sudah semenjak pagi buta, saat baru keluar dari pintu lift sekali pun.
>Bahkan terkadang aku malu saat punya tamu, dan mereka melihat kantor PLN-ku yang megah dan ber-AC tapi penuh dengan asap rokok.


Ya, di hari kelimabelas Ramadhan hikmah besar ini aku rasakan. Hilanglah sudah bekas-bekas asap rokok. Rupanya perlu 15 hari tersendiri untuk menghilangkan sisa-sisa asap rokok itu.
Dada menjadi begitu lapaaaang. Beraktivitas pun menjadi lebih bersemangat. Terasa sebuah kebersamaan hakiki: bekerja sehat adalah milik bersama.


Alhamdulillah.
Lalu.Adakah ini bisa berlanjut sesudah Ramadhan? Selamanya? Adakah bekerja sehat ini akan berhasil kembali menjadi milik kita?
Aku enggak tahu, apakah hanya aku yang enggak tahan dengan asap itu?


Aku engga tahu, apakah aku yang terlalu menuntut hakku agar udara kamar kerjaku bersih? Aku enggak tahu, apakah merokok di ruang AC memang sudah dibenarkan? (sesuatu yg tidak aku dapati di unit-unit yang telah kulalui).

Aku juga enggak tahu, apakah 'hanya' untuk bekerja sehat diperlukan SK DIREKSI?

Hehehe.

(Supriyadi M.S., risk infrastructure, divisi manajemen risiko)

***

Kang Supri, banyak orang menonjolkan ego dan urat sarafnya, hanya karena sebatang rokok. Kalau diingatkan bahwa merokok itu mengganggu kesehatan... banyak yang menjawab yang tidak merokok pun banyak yang mati duluan. Astaghfirullah.

Kalau orang luar negeri datang ke kantor kita, mereka merokoknya keluar gedung. Atau ke ruang khusus tempat merokok. Yakni saat rapat break 10-15 menit... kemudian balik dan lanjut kerja. PLN sudah lama punya buku COC (code of conduct, Red) dan sudah naik cetak edisi yang baru. Tapi kayaknya hanya akan menjadi etalase berikutnya kalau tidak diimplementasikan.

Hanya waktu yang akan menjawab... apakah PLN bangkit... atau sebaliknya. Ini hampir terjadi di seluruh PLN. Lebih gawat lagi mereka juga masih merokok di kamar kecil alias WC. Maaf ini hanya mengungkapkan ketidakberdayaan saya melihat kondisi ini. Semoga masih ada waktu untuk menikmati hari-hari kerja TANPA ASAP ROKOK di luar bulan Ramadhan. (Tri Prantoro, perencanaan korporat PT PLN).

***

Kok sama ya. Ini juga kegelisahan saya. Saya pernah masuk ke salah satu ruang Kadiv (kepala divisi). Uh! Bau asap rokok. Yang juga berat adalah: banyaknya puntung rokok di sekitar kita. Saya sudah minta bagian umum untuk mengadakan pos penerimaan puntung rokok setelah Lebaran nanti. Dengan imbalan Rp 1.000/puntung.

Kalau memang aspirasi untuk sehat dari para karyawan sedemikian kuatnya, ok. Go! Kita tingkatkan upaya melarang merokok di ruang kerja ini. Yang masih melakukannya kita minta memilih: pilih tetap merokok di ruang kerja atau meninggalkan jabatannya! Setelah Lebaran mulai kita berlakukan.

(Dahlan Iskan).

***

Luar biasa... Dirut seperti ini yang kita harapkan... yang mampu menyehatkan karyawannya. Kegelisahan kawan-kawan semua ini sebenarnya juga dirasakan oleh sebagian besar kaum perempuan. Hanya, umumnya tidak mau protes. Tapi, dari beberapa kali saya komunikasi dengan pegawai/outsourcing wanita di PLN, sebenarnya mereka juga keberatan. Hanya tidak mau ribut saja. Pilih diam.

Sebenarnya sudah ada peraturan tentang hal ini yang bisa dijadikan pedoman termasuk sanksi-sanksinya. Hanya, masalahnya apakah pimpinan kita secara kolektif mau menjalankan apa tidak. Sudah terlalu banyak aturan di negeri ini... tapi yang kita harapkan sebenarnya pada tataran pelaksanaannya.

Kalau kita perhatikan Perda dan Pergub DKI, yang punya kewajiban menegakkannya bukan hanya perokok, tapi juga pimpinan perusahaan dan pegawai secara umum. Pasal-pasal dalam perda tersebut tidak dimuat di sini. Intinya, perokok di dalam ruangan kerja bisa dimasukkan penjara. (Endro Yulianto).

***

From: Manu Sukendro.
Jika seorang tukang ojek merokok sehari 1 bungkus, maka sebulan telah membakar tembakau Rp 300.000. Setahun Rp 3.600.000. Dalam 10 tahun Rp 36.000.000. Padahal, jika uang sebesar Rp 10.000 dishadaqahkan, Allah menggantinya sebesar 10x, atau sebesar 700x, atau tak terhingga tergantung keridhaan-Nya. Tergantung tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang.

Katakan balasan dari Allah sebesar 700x, seorang tukang ojek yang mau bershadaqah setiap hari (hadist shahih mengatakan bershadaqah wajib setiap hari), maka Allah akan memberikan ganjarannya per hari Rp 10.000 x 700 = Rp 7.000.000, sebulan Rp 210.000.000, setahun Rp 2.520.000.000, atau 10 tahun Rp 25.200.000.000.000.

Balasan rizki dari Allah bisa berupa harta yang mendatangkan keberkahan, istri, anak-anak yang saleh dan saleha, shadaqah dapat memadamkan panas kubur, shadaqah dapat menjadi naungan di Padang Mashar, dll. (Muh. Manu S.)


***

Terima kasih pencerahannya. Mari kita sama-sama menyesuaikan diri dengan aturan yang ada, dengan niat ibadah. (Iskandar, divisi perbendaharaan).

***

Aku pernah ikut seminar di Gedung Serbaguna di Pusdiklat PLN di Ragunan, a few years ago. Tiba-tiba Pak Nur Pamudji (sekarang menjabat direktur energi primer PLN) dengan gagahnya mengambil mic dan berkata: ''Karena ruangan seminar ini ber-AC, mohon peserta seminar yang merokok di ruangan ini diminta keluar oleh panitia'' (demikian kira2 kalimat yg saya ingat). Bahkan, ada yg cerita ke saya bahwa beliau mencabut rokok dari mulut seseorang yg sedang merokok di dalam ruangan Jawa Bali Control Center di Gandul. (Helmi Najamuddin).

***

Pak Eddy (direktur SDM), setelah saya mengamati aspirasi karyawan yang beredar di e-mail mereka, saya ikut menanggapi: Lain kali ruang Kadiv jangan diberi pintu, agar mereka jangan menutup pintu dengan alasan untuk merokok! Dalam e-mail itu saya kemukakan bahwa siapa yang merokok di ruang kerja akan kita suruh memilih: merokok atau berhenti dari jabatan/status karyawan. Mohon disiapkan SK, dengan sanksi yang benar-benar kita tegakkan (saya sendiri bersedia jadi polisi). (Dahlan Iskan).

***

Besok saya akan mulai menyiapkan aturan tersebut lengkap dengan sanksi disiplinnya, begitu pula prosedur pengendalian & penegakan GCG (termasuk pembuatan/pengelolaan situs whistle blower). (Eddy Erningpramaja, direktur SDM)

***

Aku sedih... manakala ingatanku kembali pada dua orang bulik/tanteku, orang2 yang aku dekat dengan mereka... Mereka sakit, mereka berbulan-bulan batuk, mereka sesak napas, menderita... Mereka terkena kanker paru2, dan akhirnya mereka tidak kuat...

Mereka bukan perokok, mereka setiap hari... dipaksa menghirup asap rokok. Orang bilang... mereka perokok pasif. Bulikku yang satu terpaksa kerja di satu ruangan... di kantornya... yang isinya orang-orang yang.... semuanya perokok.

Bulikku yang satunya lagi, suaminya perokok berat. Dia habiskan waktunya... bercengkerama, makan, tidur dengan suaminya yang tidak pernah lepas dari rokok... Aku pikir.... mereka ini, bulik-bulikku, sejatinya para korban orang-orang yang kurang peduli...

Duh Gusti... ampunilah dosa2 bulik-bulikku itu... Juga, limpahkan kasih-MU bagi yang lain, yang tidak berdaya, para korban perokok. Duh Gusti... berilah petunjuk kepada orang-orang yang kurang peduli itu...

Duh Gusti... terima kasih dan puji syukur... aku haturkan. Nyatanya... Engkau telah berikan kekuatan padaku dan kawan2ku untuk jadikan bilik, lorong, selasar, dan ruang-ruang majelis tempatku bekerja... terbebas dari kurang peduli. (Murtaqi Syamsuddin, direktur bisnis dan manajemen risiko)


***

Saya sudah merokok sejak kelas 5 SD. Maklum anak kolong. Puncaknya waktu tugas di Aceh Tengah selama 4 tahun, 96-99. Maklum udara sangat dingin dan tiap hari stres krn GAM. Bisa 3 bungkus sehari! Kretek lagi. Saya 3x usaha berhenti. Kali pertama dan kedua berhenti dgn niat krn batuk dan nggak enak badan... gagal total karena 6 bulan kemudian krn badan mantap terus merokok lagi.

Kali ketiga berhenti tahun 2005. Alasan? Nggak ada. Berhenti saja. Sukses sampai hari ini. Supaya terus sukses saya mendukung 100% larangan merokok. Nggak usah bikin ruangan khusus merokok atau apa pun. Nggak ada gunanya. Di bandara gagal! Nggak usah pake alasan kesehatan atau ditakut-takuti pake gambar tengkorak segala, percuma! Pokoknya tidak boleh saja. (Nasri Sebayang, direktur perencanaan dan teknologi)


***

Waktu saya Kabag Operasi di Control Center Gandul tahun 2000, saya berlakukan larangan merokok di Gedung Operasi Gandul. Alasannya: ''Bahaya Kebakaran'' (habis gimana, pangkat cuma kepala bagian, di atas masih ada kepala dinas dan kepala divisi di gedung yang sama, jadi musti cari alasan yang kuat).

Alasan yang sebenarnya adalah saya tidak mau jadi perokok pasif seperti buliknya Pak Murtaqi. Sebab, di Gandul, asap rokok beredar melalui saluran AC sentral. Larangan ini mendapat dukungan luas, sampai kepala divisi pun (Pak Gultom) yang berkantor di gedung itu nggak berani melanggar (Pak Gultom alumnus Inggris, jadi paham benar soal sopan santun merokok). Mereka yang melanggar, saya cabut rokoknya dari mulutnya, nggak peduli atasan atau bawahan (saya dulu dijuluki ''Madura'' karena galak banget soal rokok ini).

Tahun 2005, GM P3B JB (Muljo Adji) mengeluarkan larangan merokok di semua gedung P3B JB dan masih berlaku sampai sekarang. Kalau Dirut mengeluarkan larangan merokok itu, dukungan akan datang dari 99,999% pegawai PLN. Karena sesungguhnya yang merokok ini sedikit sekali, tapi mereka mendominasi, seolah-olah itu kebebasan mereka. Next turn, larangan merokok harus masuk surat pernyataan ketika rekruitmen dan perjanjian kerja bersama. Setuju dengan Pak Nasri, nggak usah dibuatkan tempat merokok. Pokoknya DILARANG. Titik. (Nur Pamudji)

***

Wah... aku setuju 1000%. Bagiku, mending bau kentut daripada bau rokok. Kentut gak jelas pelakunya dan gak bisa dilarang... Kalo perokok, pelakunya jelas... Larang aja! (Bagiyo, direktur pengadaan strategis).

***

Bismillah! Ramadan kali ini kita kenang sebagai bulan pemicu larangan merokok di ruang kerja di seluruh PLN!

Mohon maaf lahir batin. (*)

*Dahlan Iskan, CEO PLN (eks pimpinan Jawa Pos)

.::.
*diambil dari: jawapos.co.id (edisi Senin 20/09/10)
*judul asli: Dahlan Iskan: Soal Sepele dengan Pertaruhan Jabatan

.::.

Monday 20 September 2010

Biarkan Sopir & Penumpang Ngebul, Trayek Angkot Terancam Dicabut

Jakarta - Pengelola angkutan umum yang tidak memperhatikan larangan merokok di angkutan umum akan dicabut izin trayeknya. Stiker berisi ancaman pencabutan trayek ini bakal ditempel di angkutan umum.

"Itu dilakukan untuk memberikan efek jera agar pengelola angkutan umum lebih memperhatikan masalah pelanggaran kawasan dilarang merokok (KDM) agar pelanggaran di angkutan umum baik oleh sopir maupun penumpang berkurang," kata Kepala Seksi Angkutan Orang dalam Trayek Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo.

Hal ini disampaikan Syafrin usai acara launching hasil survei penegakan kawasan dilarang merokok di angkutan umum di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (21/7/2010).

Menurut dia, sanksi ini diterapkan agar sopir tidak kebal-kebul sembarangan dan berani melarang penumpangnya untuk tidak merokok karena akan mengancam izin trayeknya.

Kepala Bidang Organisasi Organda, Gemilang Tarigan, menambahkan pihaknya akan membuat stiker yang ditempel di angkutan umum. Dalam stiker itu akan lebih ditonjolkan soal pencabutan izin trayek.

"Saya rasa itu akan efektif diterapkan," ujar Gemilang.(aan/nrl)| Detiknews

.::.

Sunday 19 September 2010

Saling Mencintai

أنَّ اللهَ يَقُوْلُ يَوْمَ الْقِيَامَةَ أيْنَ الْمُتَحَابُّوْنَ بِجَلاَلِيْ الْيَوْمَ أظَلَّهُمْ فِيْ ظِلِّيْ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إلاَّ ظِلِّيْ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)

Thursday 16 September 2010

Agus Martowardojo Keberatan Zakat Jadi Pengurang Pajak

Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan keberatannya mengenai usulan zakat sebagai salah satu unsur pengurang perhitungan pendapatan kena pajak.

“Kalau yang sekarang ini dikaitkan dengan misalnya zakat dipakai sebagai dasar untuk pengurang pajak, itu kita berkeberatan untuk hal itu,” tegasnya saat ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (16/9/2010).

Agus Marto menyatakan pihaknya tetap akan memberikan insentif pajak untuk menarik minat pengusaha walaupun mengabaikan usulan tersebut.

“Bentuk-bentuk yang lainnya yaitu insentif agar masyarakat mempunyai minat yang tinggi dalam berusaha karena beberapa kegiatannya bisa dimasukkan sebagai faktor pengurang pajak, tentu kita akan kaji. Tapi kalau yang terkait dengan zakat itu kita rasa itu tidak tepat sebagai suatu dasar untuk pengurang pajak,” jelasnya.

Menanggapi permintaan pengusaha untuk kejelasan aturan tersebut, Agus Marto menyatakan hal ini masih bersifat kasus per kasus, belum secara keselurahan.

“Saya rasa sudah ada (aturan mengenai zakat), tapi sifatnya masih case by case. Kita belum buka tentang apakah kalau melakukan CSR atau amal sebagai faktor pengurang pajak. Itu masih dalam kajian, dan kita belum merespons soal itu. Tapi case by case kita bisa setujui karena sifatnya case by case,” jelasnya. (nia/dnl/detikfinance)
.::.