Revolusi Mesir kemarin rupanya tidak hanya merubah peta politik di Mesir dan Timur Tengah, tapi mulai menggoyahkan pandangan kalangan salafi dalam masalah sosial politik.
Dai salafi Mesir ternama, Ahmad Hassan, meminta para syaikh salafi meninjau ulang kembali sejumlah pemikiran dan pandangannya untuk masuk dalam kancah politik dan bepartisipasi dalam pemilihan presiden dan anggota parleman yang akan datang.
Hal tersebut disampaikan dalam muktamar Salafi di Manshurah Mesir yang sedianya ditujukan untuk mempertahankan pasal 2 UUD Mesir agar tidak diamandemen, berubah menjadi momen untuk meninjau kembali sejumlah pandangan baku di kalangan salafi. Muktamar mereka kali ini dari segi pengorganisasian dan tampilan menyerupai Ikhwanul Muslimin.
(UUD Mesir pasal 2 menyatakan, Islam adalah agama negara. Arab adalah bahasa resmi, dan sumber legislasinya adalah yurisprudensi Islam. Kalangan sekularis mengatakan, Pasal 2 ini tidak cocok di negara yang sepersepuluh populasinya beragama kristen. Mereka berencana untuk mengamandemen-ed)
Pada hari Jumat lalu, Hasan berkata, "Saya memohon para masyaikh (guru) kami untuk meninjau ulang kembali sejumlah pandangan yang telah dimiliki sejak sekian tahun lalu, seperti pencalonan anggota DPR dan MPR, serta pencalonan presiden. Saya memohon kepada para masyaikh untuk berkumpul merumuskan dasar-dasar agar para pemuda kita dapat keluar dari fitnah dan simpang siur yang mereka hadapi beberapa hari yang lalu. Para pemuda kita dibuat bingung, syaikh ini berkata begini, sedangkan syaikh yang itu berkata begitu. Pandangan dan ijtihad yang banyak tersebut membuat para pemuda kita menjadi bingung." Demikian ungkap Hasan seperti dikutip oleh harian Al-Yaum As-Sabi.
Dia juga menambahkan, "Jika sekarang kita tidak berkumpul untuk merumuskan hakekat dan prinsip-prinsip, saya tidak tahu, kapan lagi kita akan dapat berkumpul."
Hassan menekankan, "Wajib bagi kita untuk saling tolong menolong. Negeri ini sedang dibangun dari awal lagi, sementara kita selalu bersikap pasif. Saya tidak katakan di tepi jurang, tapi kita berada jauh di belakang sejarah. Kita tidak membuat sejarah. Fiqih dan pemahaman macam apa seperti ini? Sungguh berbeda antara pemahaman realita dengan pemahaman tentang kewajiban."
Hassan juga menekankan bahwa seharusnya para ulama menampilkan keberadaannya saat krisis dan ujian terjadi di tengah para pemuda kita di Tahrir Square dan semua medan yang ada, untuk mengendalikan perasaan dan meluruskan emosi mereka sesuai Kitabullah Ta'ala.
Beliau tambahkan, "Saya mohon para ulama kami dan masyaikh kami, jika sekarang kita tidak berkumpul, kapan lagi kita akan berkumpul. Tidak mengapa saya salah dan tidak mengapa saya tergelincir, ini adalah masalah ijtihad. Dan masalahnya akan semakin buruk jika orang-orang mulianya menjauh. Boleh jadi orang yang memiliki ghirah terhadap agamanya dan terhadap bangsanya berupaya namun keliru dalam ijtihadnya, itu tidak mengapa, yang penting kita anggap mereka tetap saudara dan para ulama serta para tokohnya tetap berkumpul. Hendaknya kita buang fanatisme jahiliah yang tercela terhadap partai, jama'ah, syaikh dan pandangan serta fatwa pribadi."
"Kita telah tinggalkan medan tersebut (sosial politik) diisi oleh mereka yang tidak cakap berbicara atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan kita tinggalkan medan untuk mereka yang di antaranya ada yang tidak dapat membaca satu pun ayat dalam Kitabullah, atau kita tinggalkan medan untuk mengingatkan kumpulan manusia dengan hadits-hadits Rasulullah."
Kami tegaskan bahwa kami tidak akan membiarkan seorang pun mengusik UUD pasal 2. Tidak layak kita selalu bersikap pasif. Kini kita wajib bergerak untuk berdakwah. Jangan sampai sekarang pada masa membangun, justru kita bermental merusak atau merobohkan. Wajib bagi warga Mesir yang terhormat untuk tidak menjadi sebab terhalangnya program pembangunan."
Di lain pihak, DR. Hazim Syauman berkata, "Kejadian di Alexandria (pemboman gereja) terlaksana dengan tujuan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan salafi, dan langkah berikutnya adalah mengikis habis kalangan salafi dengan berbagai cara. Revolusi ini butuh disikapi dengan sujud syukur kepada Allah. Jika anda ingin merubah keadaan, hendaknya anda bersikap realistis."
*sumber: www.islamedia.web.id
Dai salafi Mesir ternama, Ahmad Hassan, meminta para syaikh salafi meninjau ulang kembali sejumlah pemikiran dan pandangannya untuk masuk dalam kancah politik dan bepartisipasi dalam pemilihan presiden dan anggota parleman yang akan datang.
Hal tersebut disampaikan dalam muktamar Salafi di Manshurah Mesir yang sedianya ditujukan untuk mempertahankan pasal 2 UUD Mesir agar tidak diamandemen, berubah menjadi momen untuk meninjau kembali sejumlah pandangan baku di kalangan salafi. Muktamar mereka kali ini dari segi pengorganisasian dan tampilan menyerupai Ikhwanul Muslimin.
(UUD Mesir pasal 2 menyatakan, Islam adalah agama negara. Arab adalah bahasa resmi, dan sumber legislasinya adalah yurisprudensi Islam. Kalangan sekularis mengatakan, Pasal 2 ini tidak cocok di negara yang sepersepuluh populasinya beragama kristen. Mereka berencana untuk mengamandemen-ed)
Pada hari Jumat lalu, Hasan berkata, "Saya memohon para masyaikh (guru) kami untuk meninjau ulang kembali sejumlah pandangan yang telah dimiliki sejak sekian tahun lalu, seperti pencalonan anggota DPR dan MPR, serta pencalonan presiden. Saya memohon kepada para masyaikh untuk berkumpul merumuskan dasar-dasar agar para pemuda kita dapat keluar dari fitnah dan simpang siur yang mereka hadapi beberapa hari yang lalu. Para pemuda kita dibuat bingung, syaikh ini berkata begini, sedangkan syaikh yang itu berkata begitu. Pandangan dan ijtihad yang banyak tersebut membuat para pemuda kita menjadi bingung." Demikian ungkap Hasan seperti dikutip oleh harian Al-Yaum As-Sabi.
Dia juga menambahkan, "Jika sekarang kita tidak berkumpul untuk merumuskan hakekat dan prinsip-prinsip, saya tidak tahu, kapan lagi kita akan dapat berkumpul."
Hassan menekankan, "Wajib bagi kita untuk saling tolong menolong. Negeri ini sedang dibangun dari awal lagi, sementara kita selalu bersikap pasif. Saya tidak katakan di tepi jurang, tapi kita berada jauh di belakang sejarah. Kita tidak membuat sejarah. Fiqih dan pemahaman macam apa seperti ini? Sungguh berbeda antara pemahaman realita dengan pemahaman tentang kewajiban."
Hassan juga menekankan bahwa seharusnya para ulama menampilkan keberadaannya saat krisis dan ujian terjadi di tengah para pemuda kita di Tahrir Square dan semua medan yang ada, untuk mengendalikan perasaan dan meluruskan emosi mereka sesuai Kitabullah Ta'ala.
Beliau tambahkan, "Saya mohon para ulama kami dan masyaikh kami, jika sekarang kita tidak berkumpul, kapan lagi kita akan berkumpul. Tidak mengapa saya salah dan tidak mengapa saya tergelincir, ini adalah masalah ijtihad. Dan masalahnya akan semakin buruk jika orang-orang mulianya menjauh. Boleh jadi orang yang memiliki ghirah terhadap agamanya dan terhadap bangsanya berupaya namun keliru dalam ijtihadnya, itu tidak mengapa, yang penting kita anggap mereka tetap saudara dan para ulama serta para tokohnya tetap berkumpul. Hendaknya kita buang fanatisme jahiliah yang tercela terhadap partai, jama'ah, syaikh dan pandangan serta fatwa pribadi."
"Kita telah tinggalkan medan tersebut (sosial politik) diisi oleh mereka yang tidak cakap berbicara atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan kita tinggalkan medan untuk mereka yang di antaranya ada yang tidak dapat membaca satu pun ayat dalam Kitabullah, atau kita tinggalkan medan untuk mengingatkan kumpulan manusia dengan hadits-hadits Rasulullah."
Kami tegaskan bahwa kami tidak akan membiarkan seorang pun mengusik UUD pasal 2. Tidak layak kita selalu bersikap pasif. Kini kita wajib bergerak untuk berdakwah. Jangan sampai sekarang pada masa membangun, justru kita bermental merusak atau merobohkan. Wajib bagi warga Mesir yang terhormat untuk tidak menjadi sebab terhalangnya program pembangunan."
Di lain pihak, DR. Hazim Syauman berkata, "Kejadian di Alexandria (pemboman gereja) terlaksana dengan tujuan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan salafi, dan langkah berikutnya adalah mengikis habis kalangan salafi dengan berbagai cara. Revolusi ini butuh disikapi dengan sujud syukur kepada Allah. Jika anda ingin merubah keadaan, hendaknya anda bersikap realistis."
*sumber: www.islamedia.web.id
Klo di indo gimana ya gan?
ReplyDelete