Thursday, 11 October 2012

Menebar Benih Kebaikan Dari Pohon Kersen

Misalkan saja Anda berada di sebuah lingkungan yang perilaku kerjanya buruk. Bukan perilaku satu atau dua orang oknum. Melainkan perilaku umum yang sudah menjadi kebiasaan dan budaya kerja. Mereka juga tahu perilaku itu buruk. Namun mereka terus menjalankannya. Dan atasannya pun seperti tutup mata saja. Apa yang akan Anda lakukan?

Anda mengingatkan mereka. Itu betul. Setelah Anda ingatkan satu atau dua kali, mereka mengatakan;”Siapa sih elu? Anak kemarin sore. Sudah diam saja lu!” Apakah Anda masih akan menyerukan untuk melakukan kebaikan lagi? Masih. Itu bagus. Dan ketika Anda melakukannya lagi; mereka tidak marah lagi. Melainkan ramai-ramai mengucilkan diri Anda. Mereka akan menerima Anda kembali, jika Anda mau ’insyaf’ a.k.a berhenti mengusik mereka dan bersedia menjadi bagian dari mereka. Apakah Anda akan tetap mengajak mereka melakukan perbaikan, ataukah Anda akan berhenti seperti yang mereka minta?

Cukup banyak orang muda. Pendatang baru. Fresh blood, jika Anda ingin menyebutnya demikian. Yang masuk kedalam sebuah organisasi, lembaga atau perusahaan. Kehadiran mereka diharapkan membawa angin segar untuk memperbaiki suasana. Menebarkan nilai-nilai yang lebih baik. Menjadi contoh bagi gerakan perubahan dalam organisasi. Namun, idealisme itu hanya bertahan beberapa saat. Setelah berbaur, justru Fresh Blood itu menjadi bagian dari sistem lama yang sudah mengakar. Hal ini tidak hanya berlaku di instansi atau lembaga pemerintah saja. Di perusahaan swasta juga tidak jauh berbeda. Tidak mudah memang untuk melakukan sebuah perubahan. Khususnya mengubah keburukan perilaku yang sudah terasa nikmatnya selama bertahun-tahun. Lalu diganti dengan kebiasaan baru yang meskipun lebih baik, lebih terhormat, dan lebih mulia; tapi lebih sedikit nikmat duniawinya.

Sekalipun begitu. Kita masih bisa melihat orang-orang yang tetap gigih berjuang untuk melakukan perubahan. Bahkan ketika lingkungannya tidak memberi respon positif. Mereka terus saja menjaga diri, dan menyerukan ajakan kepada kebaikan. Layak untuk kita bertanya; bagaimana orang-orang itu bisa tetap istikomah dalam kebaikan ditengah lingkungan kerja yang sedemikian buruknya?

Ditanah kosong samping rumah saya, tumbuh pohon ceri. Sebenarnya pohon kersen, buka ceri. Tapi orang-orang disini menyebutnya demikian. Padahal, dimasa kecil kami menyebutnya kersen. Buahnya yang merah dan melimpah, seolah menantang kami untuk memanennya. Hampir setiap hari anak-anak memanjat pohon itu untuk memetik buahnya. Namun, buah kersen itu tidak ada habis-habisnya. Bekerjasama dengan burung pun tidak menjadikan kami berhasil menaklukkan kegigihan pohon kersen itu. Dia terus saja berbuah. Sampai akhirnya kami menyerah. Terlalu banyak dan melimpah ruah. Sehingga buah-buah itu berjatuhan, berserakan diatas tanah.

Oh, sia-sia saja dia berbuah. Karena tidak ada lagi yang sanggup memakannya. Seperti ajakan kepada kebaikan yang sering kita tebarkan. Sia-sia saja. Karena tampaknya tidak ada lagi orang yang mau mendengarkan. Mari perhatikan sekali lagi. Pohon kersen yang gigih terus berbuah itu. Dia mempunyai sedemikian banyak buah sehingga seberapa banyak pun yang mengambilnya pohonnya senantiasa dihiasi oleh warna merah yang indah. Kita, ketika berbuat dan mengajak orang lain melakukan kebaikan lainnya sering dihadapkan pada sekelompok orang yang ingin meredupkan cahaya kebaikan yang kita tebarkan. Tetapi, selagi ajakan kebaikan yang kita tebarkan itu jumlahnya lebih banyak dari yang sanggup mereka abaikan, maka nilai kebaikan itu akan tetap menghiasi keindahan karakter pribadi kita.

Anak-anak ditempat kami yang sudah pada bosan dengan buah kersen. Memanjat pohon. Memetik buahnya. Kemudian menginjak-injak buah itu sambil tertawa-tawa. Mereka berlomba. Siapa yang paling banyak menginjaknya, dialah pemenangnya. Di lingkungan tertentu, ajakan dan seruan kepada kebaikan itu sering menjadi bahan olokan, tertawaan bahkan injakan. Mereka mendengarkannya. Namun bukan untuk mengikutinya. Melainkan untuk balik mengejeknya. Persis seperti anak-anak yang menginjak-injak buah kersen itu. Anehnya, pohon kersen tidak sakit hati. Apalagi sampai mutung hingga kapok untuk berbuah lagi. Sepertinya pohon kersen itu sedang mengajari kita agar tidak patah hati ketika seruan kita kepada kebaikan malah direspon dengan keburukan. Sikap kasar orang lain. Bahkan penghinaan. Kata pohon kersen itu; ”Teruslah berikan buah manis kepada lingkunganmu, maka engkau tidak akan sakit hati lagi....” Teruslah tebarkan ajakan dan nilai-nilai kebaikan disekitarmu. Maka engkau tidak lagi terpengaruh oleh respon buruk lingkunganmu.

Bertahun-tahun sudah pohon kersen itu menemani keseharian kami. Buahnya tidak pernah berkurang. Sekalipun semakin banyak orang dan burung yang mengambilnya. Setiap sore hari, banyak orang berkumbul di pos satpam RT yang letaknya persis dibawah pohon kersen itu. Tak sehari pun sepi. Dan tak sehari pun orang tidak mengambil buahnya. Tapi teruuuus saja pohon kersen itu berbuah. Dan tak pernah sekalipun pohon kersen itu mengganti buahnya yang manis dengan sebutir kersen yang pahit. Kita kadang tergoda untuk membalas keburukan respon orang lain, dengan keburukan lagi. Makanya, sesekali kita mengganti kebaikan perangai kita dengan satu yang buruk. Misalnya. Balas memaki. Kalau perlu memberi pelajaran agar orang itu kapok. Pohon kersen itu tidak begitu. Dia. Terus saja memberikan buahnya yang manis. Sekalipun diperlakukan buruk, dia tidak mengubah rasa buahnya menjadi pahit. Kita. Sedang diajari untuk istikomah a.k.a. konsisten dalam mengajak orang lain kepada kebaikan. Meskipun terkadang respon yang mereka berikan sungguh sangat menyakitkan.

Suatu ketika di awal musim hujan. Tanah kering itu disapu guyuran air yang menyegarkan. Setelah berbulan-bulan tak tersiram, tiba-tiba saja tetes demi tetes anugerah langit membasahinya. Tak tampak lagi sebutir debu pun disitu. Sekarang tanahnya menjadi lembab lagi lembut. Beberapa hari kemudian, tumbuhlah rumput-rumput liar, dan... beberapa pohon kersen mungil. Dug. Jantung saya seperti ada yang menumbuk. Ternyata buah kersen yang berserakan itu telah tumbuh menjadi pohon-pohon baru. Pohon kersen itu telah menunjukkan kepada saya bahwa; sungguh tidak ada kesia-siaan atas setiap ajakan kepada kebaikan yang kita tebarkan. Meskipun kadang kita melihatnya terbengkalai tanpa seorang pun memperdulikannya. Sekalipun seruan yang kita lakukan itu seperti tidak ada yang mengindahkan.

Teman-temanku. Jika kita menebarkan ajakan kepada kebaikan. Tanpa kita ketahui, boleh jadi dibelahan dunia lain ada satu atau dua orang yang mendengarkan. Merenungkan. Lalu melaksanakan. Kemudian, pada saatnya nanti mereka meneruskan ajakan itu kepada orang lain. Mereka itu laksana pohon kersen mungil yang tumbuh dari buah yang terserak ditanah. Mereka adalah jiwa-jiwa murni yang tumbuh dari benih-benih kebaikan yang selama ini Anda tebarkan. Jadi, jangan bosan. Jangan bersedih hati. Jangan berhenti mengajak orang lain kepada kebaikan. Karena orang yang paling beruntung didalam hidupnya adalah yang ”Saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran....”. Itu bukan kalimat penghiburan dari saya. Melainkan firman Tuhan dalam surah 103 ayat 3.  Apakah Anda ingin menjadi orang yang beruntung? Kalau begitu; ayo kita tebarkan benih-benih kebaikan ini. Insya Allah. Kita akan menjadi orang yang beruntung itu. Melalui benih-benih kebaikan yang kita tebarkan. (Dadang Kadarusman)
  ANDA memerlukan SOP (Standard Operating Procedur) untuk Perusahaan ANDA!  Konsultasi Gratis... Hub. 08124683055
www.contohsop.com

4 komentar:

  1. makasih Pak, informasinya sangat bermanfaat.
    Oya kenapa jadi Blogger kan awalnya gunakan mesin Wordpress?

    ReplyDelete
  2. bagus info nya
    share lagi menarik buat dibaca artikelnya

    ReplyDelete
  3. cukup inspiratif, tapi saya lagi cari info tentang buah kersen yg katanya selalu berbuah tanpa mengenal musim, dan kenyataannya, pohon² kersen ditempat saya (yg kebetulan juga bernama desa Talok) berhenti berbuah, sama sekali tak berbuah barang 1 biji pun. saya jadi bertanya², dan beberapa orang jg bilang kalo ada musim kersen berbuah dan tak berbuah...

    ReplyDelete

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"