Thursday 20 December 2007

Qurban: Dari Ritual Ibadah kepada Ritual Pemberdayaan

Pada Idul Qurban tahun lalu, sungguh kami sangat berterima kasih atas kepercayaan Anda yang menitipkan hewan kurban kepada DSM untuk disalurkan kepada yang berhak. Jumlahnya mencapai 400-an pekurban. Bagi kami hal itu adalah capaian yang fenomenal. Pendistribusianpun kami lakukan. Kami mendata-daerah-daerah pelosok yang memang jarang mendapatkan daging kurban. Atau daerah yang sering mendapatkan daging kurban, namun jumlahnya hanya beberapa kerat. Bahkan tak jarang berupa kumpulan tulang belulang yang hanya berbalut daging-daging tipis. Maka tak ada pilihan lagi bagi mereka selain hanya membuat sop tulang yang mengandung sumsum.

Hampir terjadi pada setiap tahun, berpuluh-puluh tahun kita telah mewarisi model penghimpunan dan penyaluran hewan kurban dengan sistem: penerimaan-pemotongan-penyaluran dengan ratusan bahkan ribuan kantung-kantung kecil. Praktis dan cepat selesai. Secepat pula orang –orang miskin menerima dan mengonsumsinya. Daging itu paling lama akan habis rata-rata 3 hari. Bagaimana setelah itu? Hanya tinggal kenangan, cerita. ’ Menunggu tahun depan lagi’, pikir mereka.

Jika begitu, artinya kita atau mereka memastikan diri mereka sendiri akan tetap miskin sampai tahun depan. Sesuatu yang memprihatinkan terjadi disini. Boleh saja kita mengelola dengan cara yang praktis sebagaimana diatas, karena semua tetap dalam bingkai ritual ibadah kurban kita kepada Allah. Perolehan pahala amal dari hasil kurban kita dan membahagiakan para dhuafa. Atau metode pembelajaran efektif semangat berkurban untuk kepentingan kaum papa.Namun mari kita sedikit mendalami dan arahkan pada sebuah upaya pengentasan kemiskinan. Bahwa kemiskinan masyarakat kita sudah sampai pada kondisi yang mengkhawatirkan. Mari kita mencoba mentransformasi dari sekedar ritual ibadah menjadi ritual pemberdayaan.

Sederhananya, dana infak berpotensi besar untuk bisa diberdayakan. Dana tersebut bila cukup besar diterima, bisa kita gunakan untuk membeli kambing atau sapi yang masih kecil untuk diternak. Istilahnya bersiap lebih awal sebelum Idul Qurban tahun depan tiba. Kita bisa memilih sebuah kampung miskin dan meminta warganya untuk menggembala hewan-hewan calon kurban tersebut hingga cukup dewasa.

Minimal ada dua manfaat besar yang bisa terlihat, pertama, penitipan ini bisa menjadi sumber pendapatan bagi warga setempat. Mereka mendapatkan honor dari pekerjaan menggembala. Kedua, jika hewan-hewan ternak tersebut beranak pinak, maka secara sederhana pula, bisa saja anak-anak ternak tersebut kita berikan kepada mereka atau masyarakat miskin yang lain secara cuma-cuma. Boleh saja mereka nantinya akan menjualnya kembali atau ingin menggembangbiakkannya. Dari sini, mereka akan mendapatkan daging kurban atau hewan kurban lebih banyak.Upaya ini memang sedikit lebih ekstra dibanding sekedar ritual ibadah sebagaimana diatas. Bukan sekedar satu kresek tapi satu kambing atau satu sapi yang kita bagikan. Jika upaya ini akan menpercepat proses pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kaum tak berpunya, maka tak ada salahnya kita upayakan, bukan?! **DSM Bali

0 komentar:

Post a Comment

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"