Ramadhan memang bulan penuh berkah. Sungguh karena ratusan kali lipat ganjaran kebajikannya. Maka tiap muslim berlomba meningkatkan ibadah. Yang tadinya makan cuma paket hemat, untuk berbuka puasa menjadi paket istimewa. Lebih beragam, lebih bergizi dan lebih banyak. Yang tadinya shalat wajib ditunda-tunda, di Ramadhan masjid kantor penuh sesak dipadati jamaah. Yang tadinya enggan dzikir kini usai shalat tafakkur pun dicoba berjam-jam.. Yang tadinya al-Quran jarang disentuh, di Ramadhan disimak lebih khusyu. Singkatnya Ramadhan adalah penuh kegembiraan. Bahkan tidurpun berpahala kata mereka tersenyum sambil merebahkan diri
Kita lihat di masjid-masjid besar Denpasar, Tikar dan kertas koran dibentang di samping jalan masuk, anak isteri pun duduk menyertai. Apa yang mereka lakukan? Semua meminta sedekah. Mengapa? Karena di Ramadhan orang-orang kaya lebih banyak menyisihkan rezeki. Tradisi baru di pertengahan Ramadhan telah dimulai, berduyun-duyun orang-orang miskin dan yang merasa miskin. Ramadhan jadi saat terbaik, saat paling sah dan saat tidak ada lagi rasa sungkan untuk meminta sedekah.
Fenomena seperti ini bisa baik dan juga buruk. Baik karena sedekah dianjurkan di perbanyak di Ramadhan. Tetapi jadi buruk karena itu indikasi bahwa di luar Ramadhan, sedekah amat minim. Di Ramadhan sebagian muzaki mengeluarkan uang bukan lagi ratusan ribu bahkan hingga puluhan juta rupiah. Sementara di luar Ramadhan, mereka Cuma bersedekah recehan seribu dua ribu rupiah. Sedang di lapis masyarakat jelata, mereka dibiarkan disiksa kemiskinan 11 bulan lamanya.Maka bagaimana Allah ridho, jika hamba-hamba-Nya yang miskin hanya menjadi obyek pahala kalangan orang kaya. Orang miskin makin menderita karena muzaki menahan ZIS-nya hingga Ramadhan, karena berharap pahala beratus kali lipat. Tanpa iming-iming pahala beratus kali lipat, apakah muzaki mau ber-ZIS di bulan Ramadhan?
Jika hanya ridho Allah yang dicari, apapun keputusan Allah, kita ikhlas menerima. Dengan menomorsatukan ridho Allah, tentu bukan hanya pahala melainkan rahmat dan berkah yang akan dikucurkan. Itulah kebahagiaan sejati. Kini Ramadhan telah berlalu. So, Bagaimana ZIS kita berikutnya?
Kita lihat di masjid-masjid besar Denpasar, Tikar dan kertas koran dibentang di samping jalan masuk, anak isteri pun duduk menyertai. Apa yang mereka lakukan? Semua meminta sedekah. Mengapa? Karena di Ramadhan orang-orang kaya lebih banyak menyisihkan rezeki. Tradisi baru di pertengahan Ramadhan telah dimulai, berduyun-duyun orang-orang miskin dan yang merasa miskin. Ramadhan jadi saat terbaik, saat paling sah dan saat tidak ada lagi rasa sungkan untuk meminta sedekah.
Fenomena seperti ini bisa baik dan juga buruk. Baik karena sedekah dianjurkan di perbanyak di Ramadhan. Tetapi jadi buruk karena itu indikasi bahwa di luar Ramadhan, sedekah amat minim. Di Ramadhan sebagian muzaki mengeluarkan uang bukan lagi ratusan ribu bahkan hingga puluhan juta rupiah. Sementara di luar Ramadhan, mereka Cuma bersedekah recehan seribu dua ribu rupiah. Sedang di lapis masyarakat jelata, mereka dibiarkan disiksa kemiskinan 11 bulan lamanya.Maka bagaimana Allah ridho, jika hamba-hamba-Nya yang miskin hanya menjadi obyek pahala kalangan orang kaya. Orang miskin makin menderita karena muzaki menahan ZIS-nya hingga Ramadhan, karena berharap pahala beratus kali lipat. Tanpa iming-iming pahala beratus kali lipat, apakah muzaki mau ber-ZIS di bulan Ramadhan?
Jika hanya ridho Allah yang dicari, apapun keputusan Allah, kita ikhlas menerima. Dengan menomorsatukan ridho Allah, tentu bukan hanya pahala melainkan rahmat dan berkah yang akan dikucurkan. Itulah kebahagiaan sejati. Kini Ramadhan telah berlalu. So, Bagaimana ZIS kita berikutnya?
0 komentar:
Post a Comment
Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com
Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"