Pada pekan terakhir bulan Mei ini terbuka kesempatan bagi kaum Muslimin di seluruh wilayah Indonesia Barat dan Tengah untuk mengamati langsung arah kiblat. Ketika itu, mulai tanggal 26 sampai 30 Mei, sekitar pukul 16.18 WIB, matahari tepat di atas Makkah.
Jika kita menghadap ke arah matahari pada waktu itu, kita menghadap ke arah kiblat. Ini mudah dipahami dengan membayangkan ada menara yang sangat tinggi menjulang dari Kabah ke langit mencapai matahari. Kesempatan mengamati langsung arah kiblat ini dapat dimanfaatkan untuk mengecek apakah arah kiblat yang kita pakai selama ini sudah tepat atau perlu dikoreksi.
Matahari telah digunakan sejak berabad-abad lalu oleh kaum muslimin di seluruh dunia untuk menentukan arah kiblat. Teknik memakai matahari ini mengharuskan cuaca cukup cerah dan terkadang harus dilakukan di ruang terbuka. Itulah mungkin yang menjadi penyebab mengapa teknik ini kalah populer dibandingkan dengan menggunakan kompas.
Namun, tidak banyak orang menyadari bahwa kompas memiliki kelemahan dari sisi akurasi. Pertama, kompas dipengaruhi benda-benda logam, seperti perabotan rumah, dinding bangunan, atau tertanam di bawah tanah. Kedua, sudut arah kiblat (yang harus diperhitungkan untuk memperoleh arah kiblat yang benar) hanya dapat ditentukan dari arah utara sebenarnya (utara geografis) dan arah ini tidak dapat ditentukan dengan kompas. Artinya penentuan arah kiblat dengan mengunakan kompas sering tidak akurat.
Dan hari ini menjadi kesempatan yang mudah untuk mengoreksi arah kiblat yang lebih tepat dan akurat. Selain di atas, masih ada waktu lain ketika matahari berada di atas Makkah, yakni mulai tanggal 14 sampai 18 Juli sekitar pukul 16.27 WIB tiap tahun.
Dewasa ini banyak program telah dikembangkan orang untuk menghitung sudut arah kiblat, misalnya program Accurate Times yang dibuat Mohammad Odeh dan dapat diperoleh di http://www.jas.org.jo/accut.html. Ada pula situs yang menyediakan fasilitas menghitung sudut arah kiblat secara online, misalnya, http://www.qibla.com.br/
Sumber: Abdul Rachman, Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dimuat dalam OPINI di harian Republika, Selasa, 27 Mei 2008.
Jika kita menghadap ke arah matahari pada waktu itu, kita menghadap ke arah kiblat. Ini mudah dipahami dengan membayangkan ada menara yang sangat tinggi menjulang dari Kabah ke langit mencapai matahari. Kesempatan mengamati langsung arah kiblat ini dapat dimanfaatkan untuk mengecek apakah arah kiblat yang kita pakai selama ini sudah tepat atau perlu dikoreksi.
Matahari telah digunakan sejak berabad-abad lalu oleh kaum muslimin di seluruh dunia untuk menentukan arah kiblat. Teknik memakai matahari ini mengharuskan cuaca cukup cerah dan terkadang harus dilakukan di ruang terbuka. Itulah mungkin yang menjadi penyebab mengapa teknik ini kalah populer dibandingkan dengan menggunakan kompas.
Namun, tidak banyak orang menyadari bahwa kompas memiliki kelemahan dari sisi akurasi. Pertama, kompas dipengaruhi benda-benda logam, seperti perabotan rumah, dinding bangunan, atau tertanam di bawah tanah. Kedua, sudut arah kiblat (yang harus diperhitungkan untuk memperoleh arah kiblat yang benar) hanya dapat ditentukan dari arah utara sebenarnya (utara geografis) dan arah ini tidak dapat ditentukan dengan kompas. Artinya penentuan arah kiblat dengan mengunakan kompas sering tidak akurat.
Dan hari ini menjadi kesempatan yang mudah untuk mengoreksi arah kiblat yang lebih tepat dan akurat. Selain di atas, masih ada waktu lain ketika matahari berada di atas Makkah, yakni mulai tanggal 14 sampai 18 Juli sekitar pukul 16.27 WIB tiap tahun.
Dewasa ini banyak program telah dikembangkan orang untuk menghitung sudut arah kiblat, misalnya program Accurate Times yang dibuat Mohammad Odeh dan dapat diperoleh di http://www.jas.org.jo/accut.html. Ada pula situs yang menyediakan fasilitas menghitung sudut arah kiblat secara online, misalnya, http://www.qibla.com.br/
Sumber: Abdul Rachman, Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dimuat dalam OPINI di harian Republika, Selasa, 27 Mei 2008.