Oleh: Prof.Dr.KH. Sjeichul Hadi Permono, SH., MA (Dalam Munas FOZ, 28 - 30 April 2009 di Surabaya)
I. SASARAN PENTASHARUFAN ZAKAT
Sasaran pentasharufan zakat, dalam kajian fiqh terkenal dengan sebutan: Mustahiq al-zakat atau ashnaf.
Q.S. 9 Al-Taubah: 60 menyebutkan delapan ashnaf :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
1. Fakir-miskin
adalah mustahiq yang mempunyai satu atau dua ciri : a). kelemahan dalam bidang fisik, b). kelemahan dalam bidang harta benda. Keduanya (fakir dan miskin) sama-sama, kebutuhannya (pengeluaranya) lebih besar daripada harta benda (pendapatan) nya. Perbedaanya, fakir, pendapatannya kurang daripada separuh pengeluaran, sedangkan miskin, pendapatannya lebih besar daripada separuh pengeluaran.
2. Amilin
adalah semua orang yang diangkat oleh imam (kepala negara) atau pembantunya, dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan, pemeliharaan, ketatausahaan, perhitungan, pendayagunaan dan seterusnya.
3. Al-Muallafah qulubuhum
adalah mereka yang perlu dijinakkan hatinya agar cenderung untuk beriman atau tetap beriman kepada Allah, dan mencegah agar mereka tidak berbuat jahat bahkan diharapkan mereka akan membela atau menolong kaum muslimin. Mereka itu ada dua golongan : 1). Golongan orang Islam, 2). Golongan non Islam.
Golongan orang Islam: 1). Mereka yang lemah imannya, dengan diberi zakat, agar imannya menjadi kuat, 2). Mereka yang di harapkan kemanfaatannya untuk umum.
Golongan non Islam : 1). Orang-orang yang diharapakan beriman dengan dijinakkan hatinya, 2). Orang-orang yang dikhawatirkan kejahatannya.
4. Ar-Riqab
adalah Budak yang dengan jatah zakat itu mereka dapat memerdekakan dirinya. Untuk memerdekakan lawanan muslim dari kekuasaan musuh kafir. Untuk memerdekakan bangsa yang terjajah oleh kolonialis. Alasan hukum yang terkandung dalam pengertian ar-riqab adalah adanya sifat eksploitasi dari manusia atas menusia yang harus dibebaskan.
5. Al-Gharimin
adalah orang atau Rechtpersonnen (badan hukum) :
• Berhutang untuk kepentingan pribadi diluar maksiat.
• Berhutang untuk kepentingan masyarakat (mashalih ammah)
6. Sabilillah
adalah semua kemaslahatan Syari’iyyah secara umum, yang mencakup urusan agama dan negara.
Ada tiga pandangan tentang sabilillah :
• Mempunyai arti perang, pertahanan dan keamanan Islam.
• Kepentingan keagaman Islam. ( نصرة الإسلام واعلاء كلمتة فى الآرض )
• Kemaslahatan umum
7. Ibnus Sabil Yaitu
• Orang yang mau bepergian.
• Orang yang di tengah perjalanan.
II. DASAR PEMIKIRAN KEBIJAKSANAAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Berangkat dari Q.S. 9 Al-Taubah: 60 tersebut diatas, terungkaplah pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
1. Allah SWT tidak menetapkan perbandingan yang tetap antara bagian masing-masing delapan pokok alokasi zakat (ashnaf).
2. Allah SWT tidak menetapkan delapan ashnaf harus diberi semuanya. Allah SWT hanya menetapkan zakat dibagikan kepada delapan ashnaf, tidak boleh keluar daripada delapan ashnaf.
3. Allah SWT tidak menetapkan zakat harus dibagikan dengan segera setelah masa pungutan zakat.
4. Allah Swt tidak menetapkan bahwa semua hasil pungutan zakat (baik sedikit maupun banyak) harus dibagikan semuanya.
5. Allah SWT tidak menetapkan bahwa yang diserah terimakan itu berupa in cash (uang tunai) atau in kind (natuna)
III. KEBIJAKSANAAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT ANTARA LAIN SEBAGAI BERIKUT :
1. Pembagian zakat harus bersifat educatif, ekonomis dan produktif, sehingga pada akhirnya penerima zakat (mustahiq) menjadi tidak memerlukan zakat lagi bahkan menjadi wajib zakat (muzakki).
2. Hasil pengumpulan zakat, selama belum dibagikan kepada para mustahiq dapat merupakan dana yang disimpan dalam bank-bank Islam (Syari’ah), yang diinvestasikan pada proyek-proyek yang produktif.
3. Proyek-proyek produktif tersebut merekrut tenaga kerja dari golongan fuqara’ dan masakin, termasuk sarjana-sarjana yang belum kerja dan kaum pengangguran.
4. Proyek-proyek produktif tersebut setelah berkembang dapat di go publikan kepada para karyawan yakni dibagikan saham-sahamnya kepada para karyawan sehingga proyek-proyek produktif tersebut menjadi milik para karyawan. Dengan demikian, mereka terpacu untuk kerja keras dan disana tidak terjadi gejolak dengan demo dan sebagainya. Seterusnya, sumber penggalian zakat menjadi tambah besar, karena mereka berubah menjadi para muzakki (wajib zakat).
5. Untuk mengarah pada dayaguna yang tepat cepat, serbaguna, dan produktif, perlu perencanaan, pengarahan dan pembinaan bagi sasaran zakat (para mustahiq), baik mustahiq yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum atau badan hukum.
6. Distribusi zakat secara konsumtif itu mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan inflasi, karena sebagian besar dari delapan kategori mustahiq termasuk dalam strata sosial golongan ekonomi lemah yang mempunyai kecenderungan konsumtif yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan naiknya permintaan dan tingginya harga penawaran. Agar supaya terpelihara dari bahaya seperti itu, ide “Surplus Zakat Budget” rasanya dapat diterima. Surplus Zakat Budget adalah tidak semua zakat yang terkumpul dibagikan semua, namun dibagikan sebagian dan besarnya diinvestasikan dalam proyek-proyek produktif. Surplus Zakat Budget system dapat mempunyai pengaruh untuk mengurangi jumlah permintaan dalam ekonomi dan oleh karenanya dapat mengurangi tingkat harga.
IV. BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN PER KATEGORIAN MUSTAHIQ
1. Fakir Miskin
Untuk mereka yang jompo dan cacat fisik, jatah mereka didayagunakan oleh suatu badan hukum yang bergerak dalam bidang-bidang produktif, dibawah pembinaan, pengarahan dan pengawasan Badan Amil Zakat.
Untuk mereka yang lemah dalam bidang harta benda, tapi fisiknya mampu bekerja, mendapatkan bagian secara produktif , secara langsung, dengan pengarahan, pembinaan dan pengawasan, atau mereka diperkejakan dalam suatu proyek yang produktif yang dimodali oleh Badan Amil Zakat. Mereka mendapatkan penghasilan tetap berupa gaji, kemudian mereka diberi saham dalam perusahan itu, sehingga mereka berubah menjadi muzakki.
Dapat juga, bagi mereka yang mampu kerja, mereka diberi modal uang, alat-alat kerja, dan barang dagangan, seperti diangkat menjadi sopir taksi milik suatu perusahan yang dibiayai oleh Badan Amil Zakat, atau seorang petani diberi kerja mengelola traktor. Mereka diberikan pekarangan yang hasilnya cukup buat penghidupannya.
Untuk pelayanan pendidikan dan pengobatan bagi orang fakir-miskin, latihan kejuruan dan ketrampilan.
Untuk membangun bengkel, lokakarya, perindustrian rakyat : peternakan, pertanian, mendirikan kios-kios ditempat-tempat yang cocok dengan usahanya, kaki lima, ice box, untuk menjual makanan-makanan ringan, perumahan ekonomis dan sehat dengan biaya ringan, atau sewa murah.
Perawatan medis dan kesehatan : membangun rumah sakit, apotik, penyediaan dokter, air bersih dan lain-lain, dengan cuma-cuma, atau dengan bayaran untuk fakir miskin.
Ringkasnya, kebijaksanaan pendayagunaan zakat jatah fakir miskin dapat diarahkan ke segala usaha dan segala bidang yang menyangkut kebutuhan manusia seutuhnya, lahiriyah dan batiniyah, bagi golongan fakir miskin, untuk menyelamatkannya dari jerit ketidakcukupan, dan meningkatkan harkat serta martabat manusiawinya.
2. Al-Amilin
Jumlah dana untuk amilin sangat tergantung kepada kebutuhan dan pertimbangan yang wajar. Jatah amil adalah sebagai upah kerja. Tolok ukur gaji/honor amilin adalah prestasi kerja dan pertimbangan kecukupan yang wajar bagi amil bersama keluarganya. Para petugas zakat boleh menerima hasil pengumpulan zakat, meski kaya, sebab apa yang mereka terima merupakan upah dari jerih payahnya. Perbandingan gaji antara petugas yang satu dengan yang lain diukur menurut kedudukan dan prestasi kerjanya.
3. Muallafah
Illah (alasan hukum) jatah muallafah adalah untuk menjinakkan hati mereka terhadap Islam. Apabila alasan hukum (illah) itu ada maka wujudlah hukum (jatah ta’lif), akan tetapi apabila alasan hukum itu tidak ada, maka hukumpun tidak terwujud.
Jatah muallafah dapat berupa dana bantuan penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam, pembiayaan lembaga dakwah, pembinaan mental terhadap kaum non muslim, daerah-daerah yang belum beragama, suku-suku terasing, untuk penyiaran keislaman. Untuk negara-negara non muslim, agar berdiri dibarisan orang-orang Islam, untuk suku-suku bangsa agar mereka senang kepada Islam atau mendukung orang-orang Islam.
Dus, alokasi muallafah, pendayagunaannya diarahkan kepada mereka yang hatinya perlu dijinakkan agar :
a. cenderung untuk beriman, atau
b. tetap beriman, atau
c. menolong umat Islam, atau
d. membela Islam, atau
e. tidak berbuat jahat kepada Islam dan umat Islam.
4. Ar-Riqab
Alasan hukum yang terkandung di dalam pengertian jatah ar-Riqab adalah untuk membebaskan eksploitasi atau pemerasan oleh manusia atas manusia, baik sebagai individual maupun sebagai komunal. Kebijaksanaan pendayagunaan zakat jatah ar-Riqab dapat berbentuk antara lain :
a. menebus orang-orang Islam yang ditawar oleh musuh.
b. membantu negara Islam untuk melepaskan diri dari belenggu perbudakan modern kaum penjajah modern.
c. pembebasan pekerja kontrak dan ikatan kerja yang tidak wajar.
d. pembebasan pedagang, pengusaha kecil, petani, nelayan kecil, dan sebagainya dari ketergantungan lintah darat dan pengijon. (butir d, ini dapat dimasukkan dalam kategori gharim, bukan riqab)
5. Al-Gharimin
Jatah al-garimin dapat disalurkan kepada :
a. orang yang dinyatakan pailit dalam usahanya.
b. pedagang kecil untuk melepaskannya dari pemerasan kaum rentenir.
c. pedagang kecil dipasar, yang meperdagangkan barang orang lain, yang dapat musibah umpamanya kebakaran, atau dagangannya dirampas orang kaum preman.
d. orang-orang yang mendapat musibah bencana alam, banjir, kebakaran dan lain sebagainya.
e. orang atau badan, lembaga, atau yayasan yang berhutang, untuk kemaslahatan umum : yatim-piatu, pondok pesantren, rumah sakit, jalan, jembatan dan seterusnya.
f. orang yang meninggal dunia dan mempunyai hutang, sedangkan harta peninggalannya tidak cukup untuk melunasi hutangnya.
6. Sabilillah
Untuk mengetrapkan tiga pengertian sabilillah sesuai dengan kondisi dan tuntutan situasi, maka pendayagunaan jatah zakat sabilillah dapat disalurkan pada :
a. peningkatan dakwah.
b. untuk pertahanan Islam dan keamanan umat Islam dan hal-hal yang terkait.
c. Peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan, keperluan beasiswa, penelitian, penerbitan buku pelajaran, dan majalah-majalah ilmiah.
d. peningkatan pembangunan fisik atau proyek menumental ke-islaman.
e. nafahah orang-orang yang sibuk dengan tugas agama.
f. peningkatan pengetahuan kader-kader Islam
g. peningkatan nilai fisik bangunan-bangunan keagamaan : masjid, madrasah, dan lain sebagainya.
7. Ibnus Sabil
Alokasi ibnus sabil dapat disalurkan pada :
a. rehabilitasi jalan-jalan dan pembuatan jalan.
b. santunan wisatawan religius
c. pembangunan penginapan gratis bagi wisatawan religius atau biaya murah.
d. Pengiriman mahasiswa keluar negeri.
e. ekspedisi ilmiah.
f. pengiriman utusan konferensi, seminar ilmiah dan agama.
g. penyediaan indekost murah bagi pelajar dan mahasiswa dari luar daerah.
h. kelancaran arus lalu lintas.