Paket SOP Toko Retail Modern

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Toko Retail Modern.

Key Performance Indicator (KPI)

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : Key Performance Indicator (KPI).

Konsultan SOP Perusahaan

Master SOP adalah Konsultan SOP dan Sistem Bisnis untuk bisnis yang Autopilot.

Paket SOP Garmen / Konveksi

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Garmen / Konveksi.

Paket SOP Resto Modern

Refrensi dan Contoh Lengkap Penyusunan SOP dari Produk Paket Serial Contoh SOP Perusahaan : SOP Resto Modern.

Monday, 29 June 2009

Hati-hati Kirim SMS! Tabayyun-lah...

Seorang teman mengaku sangat tergangu. Sebelumnya, dalam sehari dia menerima tiga sampai lima pesan pendek di telfon genggamnya. Belakangan jumlahnya semakin banyak. Sebagian kecil pengiriman pesan pendek itu dikenal, namun sebagian besar tidak dikenal .
Teman itu berkata: apakah seperti ini demokrasi, setiap orang bisa menyebarkan fitnah dan peremusuhan tanpa merasa bersalah apalagi betanggung jawab? Jika demokrasi adalah kebebasan menyebarluaskan fitnah dan permusuhan, maka demokrasi menjadi musuh bagi etika dan bahkan juga bagi agama.

Dia bercerita berbagai pesan pendek itu berisikan hasutan untuk tidak memilih salah satu pasangan calon prresiden, diantaranya karena alasan agama. Ada juga tentang berbagai musibah, di antaranya tsunami. Menurut pengirim pesan pendek itu karena Allah murka dengan calon presiden trsebut.

Pengiriman pesan pepndek itu,yang membuat teman ini sangat gusar, justru mereka yang memahami Surah Al-Hujarat. Surah yang ditujukan kepada orang–orang beriman agar melakukan tabayyun (cek dan ricek) apabila mendenagar suatu berita yang belum di pastikan kebenarannya.

Teman itu dapat memahami jika pesan pendek tersebut merupakan serangan terhadap visi, misi, dan rekam jejak capres – cawapres jika disertai bukti-bukti. Baginya mengkritisi visi, misi, dan jajak rekam para capres justru menjadi tuntunan kepada calon pemilih sebelum menentukan pilihannya. Setiap calon harus siap dibuka rekam jejaknya–agar tidak membeli kucing dalam karung-meski sebaik-baiknya adalah tidak membuka aib seseorang.

Begitulah yang terjadi menjelang pilpres ini. Mereka menyebar kabar yang diperoleh dari sumber yang tidak jelas asal-usulnya, bukan dari sumber primer. Meraka menyambung satu dengan yang lainnya, mencocokan satu dengan yang lainnya. Dari situ, mereka membuat kesimpulan. Kemudian mereka berkata bahwa kesimppulan tersebut benar, karena itu harus disebarkan.

Bukan politik yang membawa orang salah jalan. Melainkan hatilah yang menjadi sopirnya. Apabila politik dijalankan denagan hati bersih, maka ia akan menjadi mata air yang membersihkan. Namun ketika politik dijalankan dengan hati yang kotor, maka ia tidak saja menjadi air keruh, tetapi juga membahayakan . Berbagai bibit ada di situ . Maka, fitnah dan penyesatan menjadi sesuatu yang normal bahkan keharusan.

Maka berhentilah menyebarkan fitnah. Berhentilah menghasut. Jalaludin Rumi (1207-1273) berkata bahwa manusia dalam hidupnya banyak sekali menanam pohon berduri dalam hatinya.

Kini segeralah berbenah , kembalilah kepada hati bersih . Tebang pohon – pohon penyakit hati itu sebelum ia menjadi besar dan akarnya menghujam, melingkar, dan kemudian ia akan membusuk dalam diri.

Jadi, tabayyun-lah sebelum menyebarluaskan sesuatu yang diragukan kebenarannya. Bukankah agama memerintahkan hal itu? .::.

Disalin kembali dari Republika, Resonansi, tulisan: Asro Kamal Rokan, dengan perubahan judul.


Sunday, 28 June 2009

Berhenti Sejenak adalah Muhasabah

Saudaraku, Sudahkah kita sejenak berfikir dan merenung,bahwa begitu besar amanah yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia. Amanah yang semula ditawarkan Allah SWT kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka enggan memikul amanah itu karena khawatir mengkhianatinya. Siapapun kita, apapun latar belakang kita, profesi dan kedudukan kita adalah sebuah amanah yang harus dipertanggunjawabkan dihadapan Allah SWT. Kita masih ingat pesan Rasulullah bahwa Setiap kita adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya.

Saudaraku, Kadangkala dalam kesibukan aktifitas dan beban kerja-kerja kita yang melelahkan, kita perlu berhenti sejenak. Rehat untuk evaluasi, revisi dan konsolidasi atas kerja-kerja yang telah kita lakukan. Kita buka kembali ‘peta perjalanan’ yang kita miliki. Sudah berapa langkah kita buat? Berapa banyak lagi yang harus ditempuh? Cukupkah perbekalan kita? Ah, ternyata alam tempat kita bernaungpun sudah banyak berubah!. Pentingkah kita membuat penyesuaian, atau masih enggan membuat perubahan? Adakah yang masih menganggap bahwa berhenti sejenak adalah tabu? Adalah pertanda kemunduran, bahkan futur?

Berhenti sejenak, adalah muhasabah. Melakukan evaluasi dan menghitung diri untuk kembali bekerja dengan kemampuan yang lebih dasyat. Kita membutuhkan saat-saat tenang untuk memproyeksikan diri secara jujur dan menjadi lebih obyektif dalam menilaia, kita periksa kembali apakah perjalanan kita masih berada di ‘rel’ yang benar. Rasulullah saw. beristirahat setelah merasa kelelahan datang dari medan peperangan,‘arihni bi shalat ya bilal’ yang artinya istirahatkan aku dengan shalat ya bilal.

Seperti pada zamannya Rasulullah saw., beliau dan para sahabatnya pun sering melakukan “berhenti sejenak” ini. Berhenti sejenak model Rasulullah ini disebutnya majlis iman. Majlis iman kita butuhkan untuk dua keperluan. Pertama, untuk memantau keseimbangan antara berbagai perubahan pada lingkungan di sekitar kita. Yang ingin kita capai dari upaya ini adalah memperbarui dan mempertajam orientasi kita; melakukan penyelarasan dan penyeimbangan. Kedua, untuk mengisi ulang hati kita dengan energi baru sekaligus membersihkan debu-debu yang melekat padanya selama menapaki jalan dakwah dan membersihkan rasa ‘kebosanan’ dalam menjalani aktivitas-aktivitas kehidupan. Yang ingin kita raih adalah memperbarui komitmen dan janji setia kita kepada Allah swt. bahwa kita akan tetap teguh memegang janji itu; bahwa kita akan tetap setia memikul beban amanat dakwah ini; bahwa kita akan tetap tegar menghadapi semua tantangan; bahwa yang kita harap dari semua ini hanyalah ridha-Nya.

Hari-hari panjang yang kita lalui ini mungkin menguras seluruh energi jiwa yang kita miliki sehingga muncullah kata-kata “lelah”, “letih”, “capek”, “bosan”, maka majlis iman adalah tempat kita berhenti sejenak untuk mengisi hati dengan energi yang tercipta dari kesadaran baru, semangat baru, tekad baru, harapan baru, dan keberanian baru.

Berhenti sejenak untuk melihat dan menilai diri sendiri mengharuskan seseorang untuk berada pada angle dan perspektif yang tepat. Ibarat melihat sebuah lukisan, jika terlalu dekat kita melihatnya, maka keindahan dan harmoni warna yang tercipta tidak akan bisa dinikmati. Begitu pun dengan melihat diri sendiri. Selama seseorang memposisikan dia sebagai ‘orang dalam’ maka gambaran dia yang sesungguhnya pun akan sulit untuk tercipta dengan sempurna. Ada kekeliruan yang tersembunyi maupun potensi yang tidak disadari.

Berangkat dari sini, seseorang perlu menarik diri sejenak, melihat dari luar apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Dengan memposisikan diri sebagai ‘orang luar’, seseorang akan lebih jernih dan arif dalam menilai dirinya. Jadikan diri Anda sebagai objek untuk Anda kritik. Anda bangun dan berilah penilaian sebagaimana Anda menilai orang lain. Carilah solusi atas masalah yang menimpa Anda. Bukankah setiap kita punya potensi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri?


.::.Alim Mahdi.::.

Tuesday, 23 June 2009

Malaikat di kelas kami

Kisah ini kudapatkan dari lingkaran cahayaku tiap pekan. Tentang seorang anak "malaikat" yang luar biasa. Murabbiku mulai bercerita dengan gayanya yang khas. Tentang anak sepasang aktivis da'wah.

Alkisah sang Umi dan Abi mendidik anaknya begitu baik, dalam bi'ah yang teramat kondusif. Waktu-waktu sang mujahid kecil lebih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat di dalam rumah, berinteraksi intens dengan al-Qur'an, menjauhi berbagai media hiburan apapun.

Subhanallah, dia bagaikan cahaya dalam rumah itu. Begitu sholehnya. Lisannya tak banyak bicara, pandangannya pun terjaga. Umi mengelus dadanya lega, Ya Rabb alhamdulillah kau berikan qurata a'yun bagi kami. Waktu terus bergulir, anaknya beranjak remaja. Dia kelas satu SMP saat ini. Tapi tidak di SMP-IT seperti waktu SDnya. Jundi kecilnya masuk sebuah SMP favorit di kota tempat tinggalnya. Umi dan Abi yakin mujahid kecilnya bisa menjaga diri. Dia sudah kuat untuk membentengi dirinya dari berbagai pengaruh luar yang mungkin menggoda imannya.

Aku tersenyum mendengar kisah ini, tapi … tunggu sebentar ukh, ceritanya belum berakhir. Hingga satu waktu, sang Umi mengikuti acara rapat orang tua murid kelas mujahid kecilnya. Seorang ibu yang duduk di sebelahnya mengajaknya bicara.
"Anak ibu siapa?"
Sang Umi menjawab dengan kebanggaan yang tak kuasa disembunyikan, entahlah, mengingat mujahid kecilnya terkadang membuatnya sangat bangga, "Faris, bu."
"Anak ibu?"
"Oh…faris, yang malaikat kecil itu ya?"

Umi terhenyak, malaikat kecil??? Ibu tersebut merasakan kekagetan Umi, buru-buru dijelaskannya,"Iya, anak saya Doni sering cerita tentang Faris. Dia bilang ada malaikat dikelasku bu. Anaknya alim banget. Begitu sampai kekelas dia langsung duduk dan membuka Al-Qur'annya. Kalau belum bel, ga berhenti baca Qur'an bu. Keren kan. Trus istirahat, dia lebih banyak baca buku-buku Islam. Ga pernah maen kartu bareng aa, bororaah maen smack down-smack downan, maen games aja ga pernah. Pokoknya cool abiz. Trus ma anak perempuan japan banget deh Bu. Katanya si Doni japan itu jaga pandangan Bu. Jarang banyak bicara, waktunya terisi dengan sempurna.
Makanya anak saya dan teman-teman sekelasnya menyebut Faris, malaikat di kelasnya. Begitu terjaga, hingga teman-temannya segan untuk sekedar berbicara dengannya. Apalagi curhat atau ngajakin maen. Akhirnya Faris sering tampak kesepian dan sendiri. Soalnya Doni bilang, ga enak atuh bu, Doni mah malu and minder sama dia teh. Trus Faris juga da ga pernah cerita apa-apa, ngobrol aja jarang Bu. Padahal ya Bu, aa teh kagum sama dia. Pengen jadi kaya Faris, tapi aa tetep pengen gaul juga. Ga mungkin ya Bu? Aa jadi malaikat? Ke laut aja kali ya Bu."

Ibunya Doni terus berbicara. Sepertinya memang sudah bawaan dari orok hobi bicarannya itu.

Umi masih terkaget-kaget. Rasanya seperti tersambar petir di siang hari.

Beruntung, rapat itu segera berakhir. Umi segera mencari tempat wudhu dan bergegas menuju mesjid. Matanya mulai memerah. Ya Rabb, apakah yang salah? Ia dan suaminya tidak pernah sedikitpun meniatkan anaknya menjadi sosok yang seperti itu. Meski ia faham ghuroba adalah hal yang mungkin terjadi pada seorang da'i. Umi mulai sesegukan, diambilnya Al-Qur'an dan mulai dibacanya untuk menenangkan diri. Sayup-sayup dari lantai bawah mesjid sekolah, didengarnya suara tilawah yang teramat dikenalnya.

Umi mengintip dari pagar lantai atas. Mujahid kecilnya sedang asyik dalam tilawahnya, sendirian di mesjid yang besar ini.

Umi mulai mengevaluasi diri, meski rasanya ingin segera ketemu abi dan menceritakan semua ini. Ada satu fase yang terlupakan dalam pola pembinaan keduanya. Bahwa tarbiyah membangun potensi anak sesuai dengan fitrahnya. Sesuai dengan usianya. Umi menyadari ia telah membentengi Faris dengan sistem imun yang kuat, tapi umi jarang mengingatkan Faris untuk menjadi kader yang muntijah ( produktif ). Yang kebaikannya menyebar pada orang lain, yang kehadirannya memberi manfaat bagi sekitarnya, yang kesholehannya menjadi kesholehan jama'I, bukan hanya kesholehan pribadi, dan yang menjadi manusia- manusia luar biasa dengan kemampuan komunikasi da'wah yang luar biasa. Bukan jamaah malaikat, tapi jamaah manusia.

Dihapusnya air matanya. Ada PR baru yang sangat besar untuk ia syurokan dengan Abinya. Bagaimana mengajarkan mujahid kecilnya berbaur tapi tidak lebur. Menjadikannya lebih mudah dijangkau oleh sekitarnya, mengajarkannya lebih banyak berbicara dalam rangkaian da'wah fardiyah dan mengajak sebanyak mungkin orang menuju surga Allah. Menjadikannya seorang remaja yang memang melewati berbagai fase perjalanan kehidupannya seiring fitrahnya. Mungkin satu waktu dia mengecengi seorang anak perempuan, mungkin satu waktu dia sangat ingin bermain games, atau menonton bersama teman-temannya. Umi tak ingin anaknya hanya bisa bersahabat dengan satu komunitas yang baik saja, umi ingin anaknya jadi kader tangguh yang mampu taklukan berbagai medan da'wah amah. Memiliki jaringan ukhuwah yang luas. Hamasahnya menggelora, ditatapnya mujahid kecilnya dari kejauhan. Sebuah kata terlontar dari bibirnya, Allahumaghfirlii, ya Rabb maafkan hamba. Anakku sayang, maafkan umi dan abi.

Aku ikut terhenyak. Entahlah, ada banyak rasa yang muncul dari hati ini mendengar kisah Faris. Sekejap, aku seolah berhadapan dengan binaan-binaanku. Bidadari-bidadari kecilku. Ya Rabb, sudahkah aku membina mereka dengan benar? Membangun potensi dan fitrah mereka dengan baik? Menjadikan mereka tetap dalam fitrah anak-anak seusianya, meski dengan nilai plus yang luar biasa dari sisi dien mereka.

Sekelebat ketakutan menghampiriku, sungguh aku harus lebih banyak belajar lagi tentang sasaran da'wahku. Memperhatikan psikologi perkembangan mereka. Menemani mereka melalui masa labil mereka sebagai seorang remaja. Da'wah sekolah SMP ini adalah sebuah fase awal perjalanan panjang da'wah thullaby. Aku tak ingin jundi-jundi kesayanganku hanya bertahan dalam jangka waktu yang singkat. Mereka harus lebih kuat bertahan dan bernafas panjang untuk istiqomah di jalan Al Haq ini.Aku tak ingin melahirkan traumatis-traumatis pembinaan Islam dalam diri mereka. Aku ingin mereka menjadi sosok yang merasakan indahnya Islam, kasih sayang dari mentor-mentornya, dan peningkatan kapasitas diri mereka sesuai fitrahnya.

Aku ingin membawa mereka menjadi bagian jamaah manusia, bukan jamaah malaikat. Mereka adalah remaja, kita tak mungkin menghapus fitrah mereka, kita hanya bisa membantu mereka mengendalikannya, menemani mereka melalui masa-masa sulitnya. Menjawab setiap pertanyaan mereka dengan kesabaran luar biasa. Dan terutama menjadikan mereka yang terbaik dari diri mereka sendiri. Tidak akan ada azsya-azsya kecil, yang begitu mirip dengan ku. Yang ada adalah mujahidah-mujahidah kecil dengan segala kekhasan dan potensi luar biasa dari diri mereka sendiri.

Kisah ini memulai evaluasi dan refleksi yang sangat panjang dari diriku selama hampir 9 tahun aku malang melintang di DS ini. Perbaikan pola pembinaan adalah suatu keniscayaan yang terus diupayakan. Untuk membina seorang kader muntijah, melalui fase yang tepat, membangun fitrah dan potensi yang hadir dalam dirinya.Untuk menjadi satu kekuatan da'wah bagi umat ini. Azzam baru bergelora dihatiku, karena aku adalah walid ( umi mereka di sekolah ), aku adalah syeik ( ustazah mereka di mentoring ), aku adalah qiyadah ( pemimpin mereka di DS ), dan terutama karena aku adalah sahabat mereka. Meski usiaku yang terpaut jauh dengan mereka. Asa ini takkan pernah hilang, menjadikan mereka amanah terbaik yang Allah titipkan padaku. Menjadi umi, ustadzah, qiyadah, dan sahabat terbaik bidadari- bidadari kecilku. Allahu Akbar !
.::.
*Azzam syahidah
(Aktivis Dakwah Facebook)

Upah Amil Zakat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz saya mau bertanya apa sih definisi Amil itu? Soalnya, di kampung saya Amil itu dipahami masyarakat kami mereka yang bekerja mengurus jenazah, para asatidz, tokoh ulama dan KUA. Apakah dibenarkan memberikan zakat kepada mereka sebagai Amil, Mohon penjelesannya? Apakah boleh sebagai amil zakat mengambil upah dari zakat yang dikelolanya?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Khoirunnisa, Garut


Jawaban

Wa’alaikum salam wr. Wb.

Terima kasih Bu Nisa atas pertanyaannya yang bagus. Amil adalah berasal dari kata bahasa Arab ‘amila-ya’malu yang berarti bekerja. Berarti amil adalah orang yang bekerja. Dalam konteks zakat, amil dipahami sebagai pihak yang bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hal pengelolaan zakat. Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak yang terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di bidang manajemen, keuangan, pendistribisian, pengumpulan, keamanan dan lain-lain. Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian amil zakat.

Lebih lanjut, dalam memahami pengertian Amil dapat dicermati surat At taubah ayat 60 maka sesungguhnya merupakan petunjuk yang kuat tentang adanya petugas yang memungut zakat dan membagikan zakat dan mereka itulah yang ditugaskan oleh pemerintah, serta menjadi profesinya yang mereka mendapat gaji dari pekerjaan tersebut, tidak seperti yang terjadi pemahaman banyak orang sekarang tentang keriteria Amil. Sebab para Amil yang ada sekarang ini sifatnya panitia yang bergerak dalam bidang sosial dan bertugas membantu keberlangsungan zakat, dan tugas itu sendiri sifatnya insidental bukan menjadi pekerjaan rutinitas, kecuali jika diantara anggota badan sosial tersebut (panitia) ada yang termasuk bagian dari delapan asnaf (golongan) maka ia berhak atas bagian zakat, disisi lain mengingatkan akan suatu kebenaran adalah tugas seluruh umat islam, inilah yang menjadi pembeda definisi Amil zakat yang sebenarnya. Lihat Fiqhus Sunnah karya Dr As Sayyid Sabiq I hal 327.

Hal senada juga diperjelas oleh imam Al Qurthubi “Bahwasanya Amil adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah (imam atau kholifah) untuk mengambil dan mengumpulkan zakat seijin dari imam tersebut “Al Qurthubi 177 Imam Nawawi berkata “Wajib bagi seorang imam menugaskan seorang petugas untuk mengambil zakat sebab nabi dan para kholifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini hal tersebut dilakukan karena diantara manusia ada yang memiliki harta tetapi tidak tahu (tidak bisa menghitung) apa yang wajib dikeluarkan baginya, selain itu adapula orang-orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”. ( Majmu’ syarah Muhadzab VI hal 167) Pendapat inilah yang diminati dan diikuti oleh para madzhab ahli Hadits, berbeda dengan madzhab ahli Fiqih

Jadi, melihat pengertian tersebut, jelas amil itu tidak dipahami sebagai mereka yang mengurus jenazah, para asatidz, tokoh ulama dan KUA. Yang sering terjadi bahwa tampak terjadi kesalah-pahaman di tengah-tengah masyarakat kita bahwa mereka adalah di antara kategori dari delapan (8) asnaf. Kecuali; jika mereka yang telah disebutkan tersebut memang betul-betul sebagai pengelola zakat.

Adapun kadar upah atau gaji yang diberikan kepada mereka adalah disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban yang kira-kira dengan gaji tersebut ia dapat hidup layak. Ukuran kelayakan itu sendiri sangat relatif, tergantung pada waktu dan tempat. Ini adalah pendapat mazhab Mâliki dan jumhur ulama, hanya saja, Abû Hanîfah membatasi pemberian upah amil tersebut jangan sampai melebihi setengah dari dana yang terkumpul. Sementara itu Imam Syafi’ie membolehkan pengambilan upah sebesar seperdelapan dari total dana zakat yang terkumpul. Bahkan ada juga pendapat ulama sebagai bentuk hati-hati upah amil bisa diambil 10% dari total zakat yang terkumpul.

Penulis sendiri lebih cenderung ke pendapat jumhur ulama, di mana gaji para amil diambil dari dana zakat. Besarnya gaji disesuaikan dengan standar kehidupan masyarakat yang berlaku, jenis tugas serta posisi jabatan yang diemban dengan tidak mengabaikan rambu-rambu yang telah ditetapkan Islam dalam rangka peningkatan kesejahteraan para pegawai, seperti yang disebutkan dalam Hadits Nabi Saw. yang berbunyi: “Barang siapa yang bekerja (melakukan pekerjaan) untuk kami, jika ia belum memiliki tempat tinggal, maka ia berhak mendapatkannya, atau jika ia belum memiliki isteri, maka ia berhak untuk kawin, atau jika ia belum mempunyai pembantu maka ia berhak mempunyainya, atau ia belum mempunyai binatang kendaraan, maka ia berhak memilikinya, dan barangsiapa yang memperoleh (mengambil) sesuatu selain itu maka ia adalah seorang pengkhianat."(HR Ahmad)

Hadits di atas menjelaskan bahwa seorang pekerja/pegawai berhak memperoleh fasilitas dari tempat ia bekerja, yang disesuaikan dengan kebutuhannya dan tanpa melebihi batasan-batasan yang diperbolehkan. Namun apabila ia mengambil lebih dari yang dibutuhkannya maka ia adalah seorang pengkhianat yang mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pemberian fasilitas kepada para pegawai/pekerja ini dimaksudkan agar mereka bisa bekerja dengan tenang dan sungguh-sungguh tanpa terbebani oleh problema ekonomi. Wa’allahu ‘alam

Konsultasi Zakat:
Bersama Ust. Muhammad Zen
http://eramuslim.com/konsultasi/zakat/upah-amil-zakat.htm
.::.

Tuesday, 16 June 2009

Waspada Formalin Piring Melamin

AKARTA-- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta masyarakat berhati-hati dalam menggunakan perangkat makan berbahan dasar melamin. Pasalnya, dalam kondisi tertentu perangkat tersebut dapat melepaskan formalin yang berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.

"BPOM melakukan pengujian terhadap 62 peralatan makan dari melamin dan menemukan 30 diantaranya melepaskan formalin bila digunakan untuk mewadahi makanan yang berair atau berasa asam, terlebih dalam keadaan panas," kata Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib di Jakarta, Senin (1/6)

Ia mengatakan, menurut hasil pengujian, kadar formalin yang lepas dari perangkat makan melamin kadarnya sangat bervariasi, dari satu bagian per juta (part per million/ppm) hingga 161 bagian per juta.

"Penggunaannya dalam jangka panjang berisiko menimbulkan gangguan ginjal dan kandung kemih, gagal ginjal, kerusakan organ tubuh, kanker, hingga kematian," jelasnya.

Menurut data BPOM, alat makan melamin yang bila digunakan untuk mewadahi makanan berair, asam atau panas melepaskan formalin antara lain gelas dengan tulisan "VGS 4-05A Melamine Ware" dan "Sayota Melamine Ware" pada bagian bawah, sendok makan dengan tulisan "Made in China No.2117, sendok makan "Melamin Ware ADS 7007", sendok makan bertulisan "8057", sendok makan "Made in China", dan sendok makan "Zak Design China 04287."

Selain itu ada pula sendok nasi dengan cap "Melamine Ware", sendok sayur bercap "IM 508", garpu bercap "Huafeng No.204" serta mangkuk bertulisan "VGS 1-83", "Mei Shing Melamine 110581", "H.K Melamine No.889", "ADS-W07-2", "ADS W06-8B", "ADS T001", "Melamine Ware China", dan "Melamine Ware Estella Disney Made in China not for Microwave Use".

Ada juga piring dengan tulisan "Huamei No.2210P", "ADS P09-1", "Melamine Ware T109" dan "Mei Shing Melamine 109" serta sodet tanpa penanda.

Menurut Husniah, alat makan melamin berbahaya yang sebagian besar impor dari Cina dan sebagian kecil produk lokal tersebut sulit dikenali secara kasat mata.

"Secara fisik kita tidak bisa membedakan perangkat melamin yang melepaskan melamin dan tidak, harus melalui pengujian laboratorium," katanya.

BPOM sendiri, kata Husniah, juga akan berkoordinasi dengan pejabat Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian untuk memastikan tidak ada lagi impor dan produksi perangkat makan melamin yang berisiko membahayakan kesehatan.

"Ini bukan kewenangan kita karena izin bukan kita yang keluarkan. Kita akan berkoordinasi dengan Departemen Perdagangan untuk menghentikan impor barang-barang ini dan dengan Departemen Perindustrian terkait alat yang diproduksi lokal," katanya.

Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya BPOM Roland Hutapea menjelaskan, perangkat melamin tersebut dalam kondisi tertentu bisa melepaskan formalin karena tidak dibuat dengan proses dan teknologi yang baik.

"Itu sudah ada standarnya, ada standar produksi perangkat berbahan melamin yang aman digunakan untuk tempat makanan, 'food grade' istilahnya," katanya.

Roland menambahkan, pihaknya berencana membahas penandaan keamanan perangkat makanan berbahan dasar melamin dengan pihak terkait untuk menjamin keamanan perangkat melamin yang beredar di pasaran.

Husniah mengatakan, demi keamanan masyarakat bisa meminta informasi lebih lanjut mengenai produk melamin ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM melalui telepon ke nomor 021-426333/32199000 atau surat elektronik ke ulpk@pom.go.id dan ulpkbadanpom@yahoo.com. (ant/rin)

(By Republika Newsroom)

Mengenali Istilah Bahan Haram

Dalam aturan Islam, salah satu bahan yang perlu dikritisi kehalalannya adalah bahan yang berasal dari hewan. Kehalalan bahan asal hewan tidak saja ditentukan dari asal hewannya, tapi juga cara penyembelihannya. Membanjirnya produk impor ke negari kita, mengharuskan konsumen untuk lebih teliti mengenali produk-produk yang mengandung produk hewani yang jelas-jelas haram atau minimal subhat. Berikut ini istilah bahan-bahan haram yang jamak dipakai.

Pork
Pork merupakan istilah dalam bahasa Inggris untuk daging babi. Daging babi merupakan jenis daging yang paling luas dikonsumsi di dunia. Sekitar 50 persen asupan protein hewani penduduk dunia berasal dari daging babi. Menurut data FAO tahun 2002, lima negara terbesar pengkonsumsi daging babi (dalam satuan kalori per kapita per hari) adalah Austria (352,8), Swiss (349,6), Finlandia (343,2), Cina (331,8), dan Perancis (301,6).

Bacon
Bacon merupakan istilah dalam bahasa Inggris untuk daging yang diambil dari bagian punggung, samping, atau perut babi atau dari sapi yang kemudian diasinkan (curing) atau diasapi (smoking). Bacon yang berasal dari sapi biasa disebut beef bacon. Komisi Fatwa MUI telah memutuskan untuk tidak memberi sertifikat pada produk bacon meski berasal dari sapi untuk menghindari kerancuan istilah yang dapat membingungkan konsumen.

Ham

Ham adalah istilah dalam bahasa Inggris untuk bagian paha hewan besar secara umum, akan tetapi dalam penggunaannya, istilah ini terbatas untuk paha babi. Istilah ini digunakan untuk paha babi segar maupun yang sudah diasinkan dan diasapi. Keputusan Komisi Fatwa MUI untuk penggunaan istilah ham sama halnya dengan bacon.

Lard
Lard merupakan lemak yang diolah (rendering) dari lemak babi. Sumbernya dapat berasal dari seluruh bagian babi. Kualitas terbaik lard diperoleh dari lemak yang berada di sekitar ginjal. Sedangkan kualitas terendah berasal dari lemak yang berada di sekitar usus kecil. Sebagai bahan minyak makan, penggunaannya cukup luas dalam berbagai masakan. Karena titik lelehnya lebih tinggi dari mentega, maka penggunaan lard dalam pembuatan kulit pie dapat menghasilkan produk yang lebih renyah. Selain itu lard juga digunakan dalam pembuatan jenis-jenis pastry lainnya untuk meningkatkan tekstur dan flavor yang dihasilkan. Penggunaan lainnya adalah sebagai salah satu bahan pembuatan sabun.

Suet

Suet adalah lemak sapi atau kambing yang masih mentah, khususnya lemak padat yang berasal adari daerah sekitar perut dan ginjal dan digunakan dalam pembuatan tallow.

Tallow
Tallow adalah jenis lemak yang berasal dari sapi atau kambing yang merupakan hasil pengolahan (rendering) dari suet. Tallow dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan untuk memasak, makanan hewan, bahan pembuat sabun, bahan pembuat lilin, hingga penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan biodisel dan oleochemicals lainnya.

Shortening

Shortening merupakan lemak yang berasal dari hewan, tumbuhan maupun campuran keduanya. Banyak digunakan sebagai bahan produk bakeri, dengan tujuan menghasilkan tekstur yang lembut dan renyah. Istilah vegetable shortening perlu dicermati karena menurut ketentuan FDA (Badan Pengawasan Pangan dan Obat Amerika) penggunaan campuran 80-90 persen minyak tumbuhan dengan 10-20 persen lemak hewan dalam suatu produk masih diijinkan untuk dicantumkan sebagai vegetable shortening pada labelnya.

Gelatin
Gelatin adalah bahan yang dihasilkan dari pengolahan jaringan ikat hewan (tulang dan kulit). Jenis hewan yang umum digunakan sebagai bahan baku adalah babi dan sapi serta ikan dalam jumlah kecil. Gelatin digunakan secara luas dalam produk pangan maupun obat-obatan untuk berbagai tujuan seperti bahan pembuat jeli, penstabil, pengental, pembentuk tekstur, bahan baku kapsul, dan sebagainya. Gelatin sudah mulai banyak diganti dengan bahan-bahan nabati seperti agar, pektin, konnyaku, dan jenis-jenis gum lainnya dan sering disebut sebagai vegetable gelatine. Ir Muti Arintawati MSi, Auditor LP POM MUI

(By Republika Newsroom)

Tuesday, 2 June 2009

Berlombalah dalam Kebaikan

Dari Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata: untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris) (H.R. Bukhari dan Muslim).

Di dalam Al-Qur’an, Allah selalu menggunakan bahasa yang menggugah agar manusia jangan berlambat-lambat melainkan bersegera menuju kebaikan.

Dalam Qur'an surat Ali Imran: 133 Allah menyebut: wa saari'uu وَسَارِعُواْ, dalam Al Baqarah:148: fastabiquu فَاسْتَبِقُو dan di surat al Hadit:21 disebut: saari'uu سَابِقُوا

Makna dari 3 kata yaitu bersegera dan bergegas menuju suatu tujuan, tetapi masing-masing mempunyai makna khusus

Wa saari'uu ini yang ditekankan adalah kesegeraan bergerak, tanpa sedikit pun ragu, dan tanpa bertele-tele memikirkan sesuatu di luar itu, sehingga membuatnya tidak maksimal. Begitu ada panggilan shalat misalnya, ia segera bangkit meninggalkan segala pekerjaan apapun pentingnya pekerjaan itu, karena ia tahu bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari pada shalat. Simak dalam Alquran surat Ali Imran: 133.

Fastabiquu lebih kepada perintah berlomba jangan sampai keduluan yang lain. Di sini terkesan ada banyak orang yang masing-masing bergerak cepat dan bersegera untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu contoh, ketika menggambarkan bagaimana Nabi Yusuf as. dan wanita yang menggodanya sama berlomba menuju pintu Allah berfirman, “Wastabaqaal baab (dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu) (Yusuf: 25). Dalam perlombaan ada tenaga ekstra yang digunakan, segala kemampuan dikerahkan sehingga cita-cita yang diinginkan bisa diraih. Simaklah dalam Alquran surat Al; Baqarah: 148.

Saabiquu terkandung makna bukan hanya bersegera atau berlomba, melainkan lebih dari itu kalahkan yang lain. Dalam hal ini seorang hamba tidak hanya diajak untuk sekadar bekerja keras, melainkan juga berkualitas. Silakan simak dalam Alquran surat Al Hadit [57] : 21.

Jadi "Lebih Cepat, belum tentu lebih baik". Sebab jika hanya bersegera dan berlomba tetapi tidak bisa mengalahkan yang lain secara kualitas, usaha tersebut bisa dikatakan tidak efektif.

Al-Qur’an telah begitu dalam menggugah agar umat Islam tidak menjadi umat yang berleha-leha. Melainkan umat pionir dalam segala kebaikan. Tidak ada rumus istirahat dalam Al-Qur’an, maka begitu seseorang mengaku sebagai hamba Allah di saat yang sama segera bergerak melakukan segala kebaikan yang tak terhingga luasnya: dari sejak bangun tidur sampai tidur kembali, dan dari urusan masuk kamar mandi sampai urusan kenegaraan. Semua dalam Islam ada aturannya, yang jika itu semua diikuti dengan niat ketaatan kepada Allah, akan menjadi potensi kebaikan yang luar biasa pahalanya.

Kenapa Allah menggunakan istilah yang begitu menekankan keharusan untuk bersegera dalam kebaikan:
Pertama, bahwa melakukan dan menyebarkan kebaikan (al-khairaat) adalah tugas pokok setiap insan. Tanpa kebaikan Allah manusia di muka bumi ini bisa dipastikan telah musnah sejak ratusan tahun yang silam.
Kedua, bahwa usia manusia terbatas, dan tidak ada seorang pun tahu kapan ia akan meninggal dunia. Allah berfirman, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (Al-A’raaf: 34).

Beberapa riwayat tentang penekatan untuk bersegerah dalam melakukan kebaikan:
Pertama, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia kafir, ia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia. (H.R. Muslim)

Kedua, dari Abu Sirwa’ah ‘Ukbah bin Al-Harist ra. Berkata, “Saya shalat Ashar di belakang Nabi saw. di Madinah setelah salam beliau terus cepat-cepat bangkit melangkahi leher barisan para sahabat menuju kamar salah satu istrinya. Para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu kemudian beliau keluar dan melihat para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu beliau bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin terganggu karenanya maka aku menyuruh untuk membagikannya.” (H.R. Bukhari)

Ketiga, dari Jabir ra. mengatakan bahwa pada perang Uhud ada seseorang bertanya kepada Nabi saw, “Apakah tuan tahu, seandainya saya terbunuh maka di manakah tempat saya? Beliau menjawab, “Si dalam surga. Kemudian orang itu melemparkan biji-biji korma yang ada di tangannya lantas maju perang sehingga ia mati terbunuh. (H.R. Bukhari-Muslim)

Keempat, dari Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata: untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris) (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kelima, dari Anas ra. bahwasanya Rasulullah saw. pada perang Uhud mengambil pedang seraya bersabda: siapakah yang mau menerima pedang ini? Maka setiap orang mengulurkan tangannya sambil berkata: saya, saya. Beliau bersabda lagi, “Siapa yang mau mengambilnya dengan penuh tanggung jawab? Maka semua orang terdiam, kemudian Abu Dujanah ra. berkata: saya akan menerimanya dengan penuh tanggung jawab. Maka pedang itu diberikan kepada Abu Dujanah kemudian ia mempergunakannya untuk memenggal leher orang-orang musyrik. (H.R. Muslim)

Keenam, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahkan segalanya atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah suatu yang sangat berat dan menakutkan. (H.R. Tirmidzi)

Ketujuh, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Saya akan benar-benar menyerahkan panji ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, dimana Allah akan mengaruniakan kemenangan kepadanya. Umar ra berkata, “Saya tidak ingin memegang pimpinan kecuali pada hari ini, maka saya menunjukkan diri dengan harapan dipanggil oleh Nabi saw. untuk memimpinnya. Tetapi Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib dan menyerahkan panji itu kepadanya seraya bersabda, “Majulah ke depan dan janganlah kamu menoleh ke belakang sebelum Allah memberi kemenangan kepadamu. Kemudian Ali melangkah beberapa langkah lantas berhenti tetapi tidak menoleh ke belakang dan berteriak: wahai Rasulullah, kepada siapakah saya harus berperang?” Beliau menjawab, “Perangilah mereka sehingga mereka menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. apabila mereka telah menyaksikan yang demikian itu maka kamu tidak boleh lagi memerangi mereka baik darah maupun harta bendanya kecuali dengan haknya, adapun masalah perhitungan mereka adalah terserah Allah. (H.R. Muslim)


.::.Alim Mahdi.::.