Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, seorang ikhwan yang telah berazzam untuk menyempurnakan separuh dien-nya. Setelah proses awal sukses sampai akhirnya tiba saatnya untuk taaruf, yaitu dipertemukan dengan calonnya. Kali ini adalah proses yang kali ketiga setelah dua kali sebelumnya gagal di tahap awal.
Ikhwan ini pun datang dengan tepat waktu yang telah dijanjikan ustadnya untuk bertemu. Dengan hati berdebar membayangkan sebentar lagi bertemu dengan akhwat calon pelengkap diennya.
Tidak lama kemudian murobbinya datang dan mendekatinya dengan wajah sedikit tegang.
Kemudian dengan hati-hati murobby membisikkan ke telinga si ikhwan: “afwan akhi, akhwatnya membatalkan ta’arufnya”. kata murobbinya.
Belum habis rasa kaget dan kecewanya sang murobby menyodorkan secarik kertas: “afwan akhi, antum baca sendiri saja alasan dari akhwatnya semoga antum paham mengenai alasannya” kata sang murobbinya.
Dengan hati bergetar dibukalah secarik kertas tersebut:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Afwan Akhi yang sholeh. Maafkan saya jika tiba-tiba saya berubah pikiran untuk tidak melanjutkan proses ini. Mungkin saya bukan jodoh antum dan bukan pendamping yang cocok untuk menemani perjuangan antum dalam dakwah ini.
Karena saya tidak kuasa melawan keinginan orang tua dan keluarga, dan saya tidak mampu melawan tradisi keluarga.
Ketahuilah akhi bahwa kebiasaan dalam keluarga saya selalu menikahkan dengan keluarga dekat sendiri.
Ketahuilah akhi:
“Nenek nikah dengan Kakek”,
“Ibu nikah dengan Bapak”,
“Paman dengan Bibi”
“Dan Pakdepun nikah dengan Bude lho!”
Jadi saya gak bisa berbuat apa-apa, semoga akhi segera mendapatkan pendamping perjuangan antum.
Wassalam
.::.
Jika ada nama dan cerita yang sama dengan Anda, itu hanya kebetulan yang disengaja, hehehe
.::.
Ikhwan ini pun datang dengan tepat waktu yang telah dijanjikan ustadnya untuk bertemu. Dengan hati berdebar membayangkan sebentar lagi bertemu dengan akhwat calon pelengkap diennya.
Tidak lama kemudian murobbinya datang dan mendekatinya dengan wajah sedikit tegang.
Kemudian dengan hati-hati murobby membisikkan ke telinga si ikhwan: “afwan akhi, akhwatnya membatalkan ta’arufnya”. kata murobbinya.
Belum habis rasa kaget dan kecewanya sang murobby menyodorkan secarik kertas: “afwan akhi, antum baca sendiri saja alasan dari akhwatnya semoga antum paham mengenai alasannya” kata sang murobbinya.
Dengan hati bergetar dibukalah secarik kertas tersebut:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Afwan Akhi yang sholeh. Maafkan saya jika tiba-tiba saya berubah pikiran untuk tidak melanjutkan proses ini. Mungkin saya bukan jodoh antum dan bukan pendamping yang cocok untuk menemani perjuangan antum dalam dakwah ini.
Karena saya tidak kuasa melawan keinginan orang tua dan keluarga, dan saya tidak mampu melawan tradisi keluarga.
Ketahuilah akhi bahwa kebiasaan dalam keluarga saya selalu menikahkan dengan keluarga dekat sendiri.
Ketahuilah akhi:
“Nenek nikah dengan Kakek”,
“Ibu nikah dengan Bapak”,
“Paman dengan Bibi”
“Dan Pakdepun nikah dengan Bude lho!”
Jadi saya gak bisa berbuat apa-apa, semoga akhi segera mendapatkan pendamping perjuangan antum.
Wassalam
.::.
Jika ada nama dan cerita yang sama dengan Anda, itu hanya kebetulan yang disengaja, hehehe
.::.
Tak faham..hehe
ReplyDeleteheheheheeh... untung ada di label Humor..kalo gak, saya juga binun... padahal udah siap2 komen serius nih whahahah :D
ReplyDeletekeep rox, Mas Imam! :)
trus..jadi nya nikah atau gimana ya??menggantung begini ceritanya. hukz
ReplyDeletewaduh..gimana dapat label
ReplyDelete"saya menikah dengan suami"...lha wong blm di mulai hehehe
lucu kawan...
ReplyDelete