Pada Idul Kurban tahun lalu, saya masih ingat ada sebuah dusun bernama Karang Sasak di kabupaten Karangasem. Waktu itu informasi yang saya terima, pada Idul Kurban tahun 1427 H, Karang Sasak adalah salah satu dusun dari 5 dusun yang mendapatkan daging kurban dari 1 sapi yang di bagi 5 dusun. Padahal, kalau tidak salah Karang Sasak dihuni oleh 113 kepala keluarga. Secara logika matematis, jika satu keluarga minimal punya dua anak, maka di Karang Sasak terdapat 565 jiwa. Bisa jadi lebih dari itu. Bisa dibayangkan betapa sedikitnya bagian mereka, karena setiap dusun hanya mendapatkan 1/5 bagian dari seekor Sapi Bali yang tidak begitu besar. Namun pada Idul Kurban 1428 H, dengan kepercayaan para donatur kurban tahun tersebut, alhamdulillah DSM bisa memberikan jumlah daging kurban lebih banyak dari sebelumnya.
Tahun ini, tentu kita bertekad untuk bisa mendistribusikan daging-daging kurban yang biasanya berlimpah di perkotaan dialihkan lebih banyak ke warga miskin di dusun-dusun di berbagai kabupaten di Bali. Merekapun sangat mengharapkan hal itu. Walau hanya sekerat daging atau tulang belulang yang bisa dijadikan sup pelezat aroma, namun hanya itukah yang bisa mereka harapkan bila bulan kurban tiba. Tak lebih, karena untuk menjadi seorang pekurban tentulah sangat berat bagi mereka, kecuali dengan kehendak Allah.
Tahun ini pula kita juga berharap, masyarakat muslim di Bali mengalami peningkatan finansial dan ekonomi. Para dhuafa juga sudah pasti mendoakan hal itu. Sehingga dengan peningkatan itu akan meningkat pula keinginan untuk menyambut seruan ibadah haji dan berkurban. Maka dari sinilah hukum keberkahan berlaku. Bahwa kelimpahan kekayaan haruslah menjadi jalan kebaikan untuk membantu orang lain dan memberikan rona kebahagiaan dengan berbagi daging kurban. Pada taraf yang lebih rasional dalam keberkahan berkurban, maka para orang kaya bisa menyisihkan dananya untuk mengangkat para dhuafa. Bentuknya bisa berupa pendanaan untuk usaha ternak penyiapan hewan kirban. Jadi bila tahun depan para pekurban ingin berkurban lagi, maka mereka tinggal membeli hewan kurban kepada pada ”dhuafa” yang telah berdaya tadi.
Mengesankan memang, bila setiap Bulan Kurban kita menyaksikan peningkatan jumlah pekurban dan penurunan jumlah dhuafa yang biasanya menerima daging kurban. Artinya, persoalan kemiskinan yang menempatkan para dhuafa selalu diberi benar-benar terkikis. Namun realitanya sekarang berbicara lain. Butuh waktu yang cukup panjang untuk memimpikan hal itu. Sebab saat ini diberbagai daerah di Bali dusun-dusun miskin yang jumlahnya ratusan, masih menyebar di mana-mana. Sulitnya menjangkau wilayah mereka adalah persoalan tersendiri yang juga sama rumitnya untuk merealisasikan sebuah pembahagiaan dan pemberdayanan.
Namun bila tekad kita sudah bulat, masalah seberat apapun yang kita hadapi pasti akan menuai hasil akhir yang mengesankan. Apa lagi bila kita sudah sepaham tentang konsep kebersamaan dalam setiap amal kebajikan. Anda sebagai sumber harapan, DSM sebagai fasilitator penyaluran dan pendistribusian daging kurban. Satu hal yang tak bisa kita ketahui, bisa jadi Idul Kurban kali ini adalah yang terakhir bagi kita. Maka itu berkurbanlah dengan segenap kemampuan dan keimanan yang kita miliki. Selamat membahagiakan dhuafa!
.::.Alim Mahdi.::.
Tahun ini, tentu kita bertekad untuk bisa mendistribusikan daging-daging kurban yang biasanya berlimpah di perkotaan dialihkan lebih banyak ke warga miskin di dusun-dusun di berbagai kabupaten di Bali. Merekapun sangat mengharapkan hal itu. Walau hanya sekerat daging atau tulang belulang yang bisa dijadikan sup pelezat aroma, namun hanya itukah yang bisa mereka harapkan bila bulan kurban tiba. Tak lebih, karena untuk menjadi seorang pekurban tentulah sangat berat bagi mereka, kecuali dengan kehendak Allah.
Tahun ini pula kita juga berharap, masyarakat muslim di Bali mengalami peningkatan finansial dan ekonomi. Para dhuafa juga sudah pasti mendoakan hal itu. Sehingga dengan peningkatan itu akan meningkat pula keinginan untuk menyambut seruan ibadah haji dan berkurban. Maka dari sinilah hukum keberkahan berlaku. Bahwa kelimpahan kekayaan haruslah menjadi jalan kebaikan untuk membantu orang lain dan memberikan rona kebahagiaan dengan berbagi daging kurban. Pada taraf yang lebih rasional dalam keberkahan berkurban, maka para orang kaya bisa menyisihkan dananya untuk mengangkat para dhuafa. Bentuknya bisa berupa pendanaan untuk usaha ternak penyiapan hewan kirban. Jadi bila tahun depan para pekurban ingin berkurban lagi, maka mereka tinggal membeli hewan kurban kepada pada ”dhuafa” yang telah berdaya tadi.
Mengesankan memang, bila setiap Bulan Kurban kita menyaksikan peningkatan jumlah pekurban dan penurunan jumlah dhuafa yang biasanya menerima daging kurban. Artinya, persoalan kemiskinan yang menempatkan para dhuafa selalu diberi benar-benar terkikis. Namun realitanya sekarang berbicara lain. Butuh waktu yang cukup panjang untuk memimpikan hal itu. Sebab saat ini diberbagai daerah di Bali dusun-dusun miskin yang jumlahnya ratusan, masih menyebar di mana-mana. Sulitnya menjangkau wilayah mereka adalah persoalan tersendiri yang juga sama rumitnya untuk merealisasikan sebuah pembahagiaan dan pemberdayanan.
Namun bila tekad kita sudah bulat, masalah seberat apapun yang kita hadapi pasti akan menuai hasil akhir yang mengesankan. Apa lagi bila kita sudah sepaham tentang konsep kebersamaan dalam setiap amal kebajikan. Anda sebagai sumber harapan, DSM sebagai fasilitator penyaluran dan pendistribusian daging kurban. Satu hal yang tak bisa kita ketahui, bisa jadi Idul Kurban kali ini adalah yang terakhir bagi kita. Maka itu berkurbanlah dengan segenap kemampuan dan keimanan yang kita miliki. Selamat membahagiakan dhuafa!
.::.Alim Mahdi.::.
0 komentar:
Post a Comment
Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com
Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"