Sunday, 22 June 2008

WARNA (Sebuah Hikmah)

Ada dua orang anak selalu berkelahi. Dalam banyak hal, mereka tak pernah akur. Mereka selalu berselisih paham. Saat yang satu berpendapat A maka yang lain pasti punya pendapat yang berbeda. Mereka lakukan hal ini dimana saja. Di sekolah, di rumah, ataupun di tempat bermain. Tentu saja, hal itu sangat merepotkan guru mereka. Karena mengganggu orang lain.

Suatu pagi ibu guru memanggil kedua anak itu. Ia meminta mereka masuk ke dua ruangan berbeda. Ruangan itu hanya dipisahkan sebuah tembok, namun ibu guru masih dapat melihat apa yang dilakukan mereka berdua dari kejauhan.

Di ruangan itu terdapat meja dengan selembar kertas yang terhampar diatasnya. Ibu guru meminta mereka menyebutkan apa warna kertas itu. Ah, lagi-lagi mereka berselisih paham. Anak yang pertama bilang,”Kertas itu putih!” Dari ruangan sebelahnya terdengar teriakan, “Bukan, bukan putih, kertas itu berwarna hitam.” Putih! Hitam! Putih!!! Hitam!!! Terdengar suara saling bersahutan.
Suara mereka itu semakin riuh. Perdebatan kedua anak itu semakin sengit. “Hei, dasar buta warna, apa kamu tidak bisa melihat? Kertas itu putih, tahu? Anak kedua tak mau kalah. “Buta warna? Hei, apa kamu tidak bisa membedakan antara hitam dan putih? Jelas-jelas itu kertas hitam.”

Mendengar itu semua, ibu guru itu berkata, “Tenang, tenang, anak-anak. Sekarang coba, kalian kemari.” Ia mengajak kedua anak itu menghampirinya. “Nah, sekarang, coba kalian berpindah tempat dan katakan apa warna kertas yang ada di atas meja itu.”
Kedua anak itu menurut. Mereka berpindah ruangan. Anak yang pertama berkata ,”Hmm. Hii..hii..hitam, Bu.” Di ruangan lain terdengar suara yang serupa. Anak yang kedua berkata, “Putih Bu.
Keduanya benar. Ternyata, ibu guru menyiapkan dua kertas yang berbeda buat mereka. Ia agaknya ingin memberikan hikmah bahwa saat mereka berselisih paham bisa jadi sesungguhnya kedua anak itu benar. Tak ada yang salah dengan pendapat mereka. Hanya mungkin mereka melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda saja.

Teman, begitulah kita. Seringkali kita seperti dua anak kecil yang berselisih paham. Kita kerap berseteru, bermusuhan dan tak pernah akur dalam banyak hal, dalam banyak situasi. Sayangnya, kita kerap pula tak mau mengalah, tak mau memahami, tak mau mengerti, dan tak mau mendengarkan “suara” orang lain. Kita sering berpatokan pada diri sendiri dan menganggap semua pendapat kita adalah benar adanya.
Memang, ya memang, tak pernah ada kata keliru untuk berbeda pendapat. Tak ada yang salah dengan keragaman. Namun, agaknya kita harus lebih sering untuk bersatu dalam beberapa saat. Kita harus lebih sering untuk mau “mengintip” ruangan lain, sebelum kita mulai “menyebutkan warna.”

Kadang, kita terlalu tinggi hati untuk mengakui kebenaran orang lain. Kita enggan untuk menyetujui pendapat mereka. Bukan karena pendapat mereka yang salah, tetapi karena kita tak mau merasa dikalahkan. Kita sering terpesona dengan rasa picik dan tak suka jika ada orang yang lebih baik. Kita memilih untuk tetap berpatokan pada diri sendiri dan membenarkan semua langkah yang kita perbuat.

Saya yakin akan selalu ada kebenaran jika kita memandang dengan cara yang berbeda, persepsi yang berbeda, dan sudut pandang yang berbeda. Sebab, menurut saya, tak ada kebenaran yang hakiki, kecuali milik Ilahi Rabbi.
Teman, cobalah untuk memahami persepsi orang lain sebelum kita berselisih paham.

(Tulisan: Irfan Toni Herlambang. Image dari sini).

Related Posts:

  • KISAH: Kekayaan, Kesuksesan dan CintaKISAH TIGA ORANG BERJANGGUTSuatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.Wanita itu berkata, "Aku… Read More
  • Ayah Bangga padamu Nak! (Belajar Empati)Aku seorang ayah dari anak perempuan berumur 11 tahun yang manis dan cerdas bernama Dhira. Suatu pagi Dhira berkata padaku, ”Ayah, aku akan habiskan bubur ini, asalkan ayah mau mengabulkan permintaanku dan berjanji untuk memp… Read More
  • Sahabat, Masihkah Anda mengatakan Anda kurang beruntung?Cerita, “Andaikan di Bumi hanya 100 orang” Sahabat, jika populasi bumi berkurang hingga menjadi sebuah desa dengan hanya 100 orang penduduk, seperti apakah profil desa kecil yang beragam ini, jika seluruh perhitungan rasio ke… Read More
  • Ketika Masalah MenimpaKetika masalah menimpa...Sekarang, coba Anda jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:1. Mungkinkah guru memberikan ujian kepada anak didiknya tanpa menyiapkan jawabannya?2. Mungkinkah guru memberikan ujian tanpa mempersiapkan… Read More
  • Jangan Bertawakkal Pada Matamu,Tapi Pada Allah..Di Mesir ada seorang pemuda bernama Abbas Assisi. Suatu hari ia bersilaturahim dengan Syaikh Hasan Al Banna pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin, keduanya kemudian bercakap-cakap dan Syaikh Al Banna menanyakan apa rencana Abb… Read More

6 komentar:

  1. Artikel yang bagus sekali mas, serasa diingatkan. Makasih ya.

    ReplyDelete
  2. Semoga bermanfaat dan sebagai pembelajaran diri.

    ReplyDelete
  3. Ass.

    nice posting mas, thanks ya atas share nya..

    sy link blognya ya mas, biar Silaturrahim slalu bisa dijaga.

    ReplyDelete
  4. Tulisan yang menggugah dan menyentuh hati. Manusia harus selalu diingatkan dan instropeksi diri.

    ReplyDelete
  5. To: mbak Ani,Via,Alex,Novi. Thanks semua semoga bermanfaat dan kita semakin bijaksana dalam menjalani hidup

    ReplyDelete
  6. Good post!

    Dan sementara kita mengajari anak2 kita utk menghargai perbedaan,
    di dunia yg penuh perbedaan ini, pluralisme seringnya gak mendapat tempat bahkan dianggap ancaman,

    sungguh ironis, ya??

    ReplyDelete

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"