Saturday, 5 January 2008

CSR: Peluang yang dianggap Beban

Saya sempat tercengang membaca beberapa pemberitaan, bahwa banyak pengusaha yang menolak diberlakukannya undang-undang nomer 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Walaupun substansi penolakannya tidak secara terang-terangan pada undang-undangnya yang mewajibkan CSR (Corporate Social Responsibility) bagi BUMN, tetapi pada besarnya persentase kewajiban mengalokasikan dana CSR. Permintaanya agar pemerintah mereduksi persentase dana CSR yang wajib dikeluarkan perusahaan.

Kekagetan saya tereduksi setelah memahami pola pendekatan dari pihak yang pro maupun yang kontra. Semuanya sama-sama memiliki hujjah (landasan) yang kuat. Misalnya saja, alasan yang ditulis oleh Muhammad S. Hidayat (Ketua Umum Kadin) bahwa sebagai sebuah tanggung jawab sosial, UU ini telah mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apapun alasannya, jelas memperhangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaaanya dalam peraktik.

Tapi sangat berbeda bila kita melihat realitas. Bahwa budaya CSR sekaligus manfaatnya selama ini jarang dilakukan oleh perusahaan, belum terbaca analisis manfaatnya, tidak lain selama ini hanya sebagai bentuk tanggung jawab atas dosa sosial yang telah dilakukan, walaupun sebenarnya sekarang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Bisa jadi juga, penyebabnya adalah pola bisnis kapitalis masih membayangi para stakeholder pelaku bisnis di negara ini.Pada sisi lain, sungguh menggiurkan dari apa yang ditulis oleh Philips Kotler dalam buku “CSR: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause”, yang menyebutkan beberapa alasan mengapa sebuah corporate penting untuk melakukan kegiatan CSR. Ia menuliskan bahwa CSR bisa membangun positioning merk, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik corporate terhadap investor.

Mengapa bisa terjadi hal yang demikian? Coba simak sebuah penelitian Global CSR Survey, yang ditulis dalam majalah Marketing dan menjadi bahasan pula dalam majalah Madani, bahwa dalam survei di 10 negara, mayoritas konsumen (72%) mengatakan sudah membeli produk dari suatu perusahaan –serta merekomendasikan kepada konsumen lain sebagai respon terhadap CSR yang dilakukan perusahaan tersebut. Sebaliknya, sebanyak 61% dari mereka sudah memboikot produk dari perusahaan yang tidak punya tanggung jawab sosial (CSR).

Contoh menarik adalah CSR yang dilakukan oleh Unilever yang juga ditulis oleh Majalah Marketing. Unilever membuat program pemberdayaan budidaya ikan air tawar untuk bahan baku penyedap rasa Royco. Dalam program tersebut mereka merangkul UGM dan berhasil menciptakan inovasi baru penyedap rasa cair bebas mono sodium glutamate (MSG). Manfaatnya, selain memudahkan pasokan bahan baku, juga dalam jangka panjang hal itu bisa mendatangkan profit besar karena kesadaran konsumen terhadap kesehatan kian tinggi.

Jadi, kalau boleh saya berharap, bukanlah penolakan yang semestinya dilayangkan. Tapi bagaimana menciptakan peluang-peluang keuntungan sekaligus kebaikan dari dana CSR itu. CSR bukan lagi dipandang sebagai keterpaksaan, tetapi kebutuhan. Bukan lagi dilihat sebagai biaya (cost), namun sebuah investasi yang bernilai milyaran rupiah, bahkan lebih dari itu.

Maka, bila hangatnya perbincangan tentang CSR ini menjadi tidak merata, hanya berkutat pada pelaku-pelaku bisnis yang sudah menyadari manfaatnya, sudah seharusnya setiap kita dapat menagmbil andil dalam memasarkan CSR. Menyampaikan kepada kolega dan juga mitra. Membuat akselerasi pertumbuhan bisnis yang sehat dan upaya penyejahteraan masyarakat menjadi masyarakat yang berdaya, dan lepas dari kemiskinan. Wallahu’alam.

Related Posts:

  • KEKHUSUKAN SHOLAT JUM’AT DI HARI RAYA NYEPISaya dan bapak-bapak tetangga rumah satu gang berangkat berbarengan ke masjid An-Nur, yaitu masjid terdekat tempat kami tinggal di Denpasar. Dengan berjalan kaki sejauh sekitar 2 kilo meter lebih kami saling berbincang berbag… Read More
  • Setiap Dua Hari Remaja di Bali Bunuh DiriHubungan seks di luar nikah dijadikan salah satu syarat untuk bisa masuk dalan kelompok mereka. Prof Dr dr LK Suryani SpKJ (K), ahli kesehatan jiwa Universitas Udayana Denpasar mengatakan bahwa tercatat sebanyak 952 orang rem… Read More
  • MUI Bali melantik Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) BaliRuang VIP Wong Solo Renon, menjadi saksi atas pelantikan pengurus Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Provinsi Bali pada hari minggu, 9 Agustus 2008 jam 10 wita. FUI Bali yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Ba… Read More
  • Eep Syaifullah Fattah: The Political QuationHari minggu kemarin (9 Oktober 2008), saya menghadiri Diskusi Panel Tentang Kepedulian Sosial dan Kesadaran Berbangsa di Mutiara Room, Hotel NIKKI Denpasar dari jam 09.00 Wita – 12.30 Wita. Diskusi yang menampilkan Pengamat P… Read More
  • Potensi UKM di BaliDi dalam Harian Sinar Harapan tahun 21 Oktober 2006, disebutkan bahwa Ketua Bidang UKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Supartha Yuma pekan ini di Denpasar menjelaskan, beratnya tekanan ekonomi yang dihadapi menyebabkan… Read More

0 komentar:

Post a Comment

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"