Sunday, 21 February 2010

Bahkan kamipun tidak paham apa yang dimaksud dengan Tajarrud?

Sesungguhnya harakah dakwah yang penuh berkah sangat membutuhkan akan hati-hati dan jiwa-jiwa yang memiliki tajarrud yang bersambung kepada Allah, yang tidak selalu melihat pada kenikmatan dunia yang hina dan fana, tidak bekerja untuk kepentingan popularitas, atau meraih kepemimpinan, atau kebanggaan, atau ingin menjadi terkenal, tampilan yang beda dengan membusungkan dada, karena itu diantara inti yang menjadi fokus Ikhwan dalam kerja tarbiyah adalah melatih akh untuk membersihkan jiwanya dengan apa yang membuatnya enggan pada hal-hal yang rendah, kemudian meningkatkan diri untuk hidup dengan tajarrud pada risalahnya, tenteram dan siap untuk berkorban di jalannya dengan seluruh potensi yang dimiliki.

Bahwa jalan dakwah adalah satu, oleh karena itu, berbagai dakwah yang diserukan oleh setiap jamaah atau kelompok tidak akan meraih keberhasilan jika tidak mampu melakukan tajarrud dengan usaha membersihkan jiwa dari fikrah (ideologi) selainnya; karena dengan menguasai dakwah hanya pada akal dan perasaan mereka, maka tidak ada sesuatu apapun yang dapat membantu daiyah dalam menghadapii berbagai ujian dan rintangan di tengah jalan dakwah yang sulit kecuali tajarrud kepada Allah dan ikhlas untuk-Nya.

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al-An’am:162-163)

KH. Hilmy Aminudin memaknai tajarrud sebagai ketulusan pengabdian kader dakwah “bukanlah meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah”.

Apakah yang selama ini sudah kita berikan untuk dakwah dan dien ini? Apakah kita hanya disibukkan dengan masalah yang berkutat diri sendiri saja? Apakah dakwah dan tarbiyah hanya sebagai sampingan saja, kalau sempat saja? Apakah kita hanya memberikan waktu sisa, energi sisa dan harta sisa untuk dakwah?

Datang syuro atau ngaji dengan waktu sisa dan energi sisa hingga badan sudah lelah, pikiran sudah jenuh dan mata pun sudah mengantuk? Itu masih mending mungkin daripada yang tidak hadir karena sudah capek dan mengantuk?

Sayyid Qutb mengatakan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”

Syaikh Arselan, pemikir Muslim asal Syiria, yang menulis buku Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Orang Barat Maju menjelaskan jawabannya dalam kalimat yang sederhana, "karena," kata Syaikh Arselan. "orang-orang barat lebih banyak berkorban daripada kaum Muslimin. Mereka memberi lebih banyak demi agama mereka ketimbang apa yang diberikan kaum Muslimin bagi agamanya".

Dan ketika ada pertanyaan, "Apakah yang dibutuhkan untuk menegakkan agama ini dalam realitas kehidupan?" Maka jawabnya adalah hadirnya para pahlawan sejati yang tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, tetapi hidup bagi orang lain dan agamanya, serta mau mengorbankan semua yang ia miliki bagi agamanya.

Syaikh Syahid Hasan Al-Banna berkata: Yang saya maksud dengan tajarrud adalah membersihkan fikrah Anda berbagai prinsip dan kepentingan individu lainnya; karena hal tersebut merupakan ideologi paling mulia, lengkap dan tinggi derajatnya

صِبْغَةَ اللهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً

“Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghah nya dari pada Allah?” (Al-Baqarah:138)

Abul Hasan An-Nadwi mengatakan: “Diantara ciri khas para nabi dan para duat kepada Allah adalah tajarrud untuk berdakwah dan fokus kepada hati dan raga, jiwa dan sesuatu yang berharga, waktu dan kekuatan, dan di antara kepribadian mereka adalah fokus pada kesungguhan, keahlian dan menyerahkan segala waktu dan potensi mereka untuk dakwah ini dan menyebarkannya serta dengan berjihad di jalannya, memberikan seluruh waktunya sehingga tidak ada yang tersisa sedikitpun dari apa yang mereka miliki, tidak sedikit pun yang ditahannya dan tidak terpengaruh atasnya sedikit pun; bukan pada negara, keluarga, kelompok, hawa nafsu dan harta sehingga segala usaha mereka mendapatkan hasil yang gemilang”.

Muhammad Mahmud Showaf berkata: “Dakwah merupakan kehidupan seorang daiyah, yang mampu mengambil darinya inti dakwah dari segala perasaan dan indranya, baik pada saat ini dan masa depannya, kehidupannya bergantung pada kehidupan dakwah, kemenangannya digantungkan pada kemenangan dakwah, dan mensibghah seluruh kehidupan dengan shibghah rabbaniyah, jika berbicara dalam koridor dakwah, jika bekerja untuk dakwah, jika berjalan mengikuti perjalanan dakwah, dan jika berada di suatu tempat maka tidak berpisah darinya dan dakwah tidak lepas darinya, tidak merasa kecil dihadapannya, dan seluruh apa yang dihadirkan untuknya dari berbagai pelayanan selalu memandangnya kecil dan sederhana sesuai yang wajib dilakukan pada jihad akbar”.

Muhammad Mahdi Akif menyatakan, Sesungguhnya harakah dakwah yang penuh berkah sangat membutuhkan akan hati-hati dan jiwa-jiwa yang memiliki tajarrud yang bersambung kepada Allah, yang tidak selalu melihat pada kenikmatan dunia yang hina dan fana, tidak bekerja untuk kepentingan popularitas, atau meraih kepemimpinan, atau kebanggaan, atau ingin menjadi terkenal, tampilan yang beda dengan membusungkan dada, karena itu diantara inti yang menjadi fokus Ikhwan dalam kerja tarbiyah adalah melatih akh untuk membersihkan jiwanya dengan apa yang membuatnya enggan pada hal-hal yang rendah, kemudian meningkatkan diri untuk hidup dengan tajarrud pada risalahnya, tenteram dan siap untuk berkorban di jalannya dengan seluruh potensi yang dimiliki.

Dan oleh karena itu pula, akh yang jujur adalah seorang yang selalu semangat dalam jihadnya, tidak terikat pada aktivitas dakwahnya dan kesungguhannya dalam bekerja hanya untuk mendapatkan jabatan atau tampil sebagai pemimpin dalam dakwah; namun hatinya selalu bersih dari itu semua, tidak berlomba-lomba sedikitpun untuk menggapainya, dan atau berhenti dalam kerja jika dipindahkan pada tempat yang lain; baik yang telah maju atau sedang mengalam mundur dalam dakwah, karena dirinya merasa sebagai prajurit dakwah dalam berbagai kondisi apapun, yang siap berbakti dan memberikan yang terbaik untuknya.

Begitupun al-akh yang jujur tidak menjadikan sikap pribadi dengan salah seorang ikhwannya –bagaimanapun bentuknya- sebagai sebab untuk meninggalkan barisan, atau berpisah dan menyempal dari jalan dakwah atau melakukan penistaan kepadanya, atau menyebarkan berita bohong (dusta) dan melakukan banyak kebatilan terhadap dakwah dan pembawanya, namun dirinya akan tetap pada kondisi semula, fokus pada pemberian penjelasan akan hakikat dakwah dan memberikan gambaran yang jelas dan terang untuknya, taat padanya dan kepada para pemimpinnya, dan selalu menolak berbagai berita bohong dan dusta yang ditujukan kepadanya dan kepada mereka (pemimpin dakwah).

Dan neraca tajarrud menurut Akh Muslim adalah menuju pada kebenaran dan mendukung hakikat kebenaran, tidak membedakan antara tampaknya kebenaran pada tangannya atau pada tangan Ikhwan yang lainnya, memandang Ikhwan yang lainnya sebagai partner bukan pesaing, bersyukur jika diberikan teguran akan kesalahannya dan kekeliruannya atasnya, memberikan nasihat kepada Ikhwannya dengan adab, etika dan dhawabith-dhawabit yang sesuai dengan syariat Islam, selalu aktif dalam berdakwah, bersemangat menggapai keberhasilan risalahnya, acuh pada berbagai bentuk istidraj (penguluran waktu), sadar akan berbagai usaha yang ingin memecah belah barisan yang dilakukan oleh musuh-musuhnya.

Sesungguhnya fenomena pertikaian, perpecahan dan perdebatan yang dialami oleh sebagian aktivis dakwah memberikan isyarat kepada kita akan kurangnya tajarrud kepada Allah yang sebenarnya, sehingga ketika terjadi perbedaan pendapat, usaha dan perjuangan kita dan kita selalu tajarrud kepada Allah dan pada kebenaran, sehingga kami selalu menyerahkan pada dhawabith dan tsawabit yang telah kami sepakati, dan niscaya akan berkurang pertikaian, perpecahan dan perdebatan jika tajarrud kepada Allah, menerima nasihat dan kritik, baik untuk pribadi-pribadi kita, ideologi-ideologi kita atau tingkah laku kita, dan ketika kita tajarrud kepada Allah maka kita tidak akan menjadikan diri kita sebagai orbit perhatian dan orbit gerak kita, dan ketika kita tajarrud kepada Allah maka akan menjadikan jalan memberikan putusan pada orang lain sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT kepadanya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah:8)

Namun ketika tajarrud hilang dari kehidupan seorang muslim, maka dirinya akan diisi oleh hawa nafsu dan bangga pada diri dan pendapat sendiri, dan hal tersebut merupakan pangkal kehancuran

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي القَوْمَ الفَاسِقِينَ

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (As-Shaff:5)

Dalam hadits disebutkan:

ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِى رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعِ الْعَوَامَّ

“Saling memerintah lah kalian pada yang ma’ruf dan melarang akan yang mungkar, sampai jika Anda melihat seseorang yang kikir, mengikuti hawa nafsu, terpengaruh dengan dunia dan bangga dengan pendapatnya sendiri maka fokus lah diri Anda sendiri dan tinggalkan pendapatnya orang awam..” (Abu Daud dan Tirmidzi dan beliau menghasankannya)

Maka dari itu, berpegang teguhlah wahai Ikhwan pada dakwah kalian, dan teruslah berjalan pada jalan dakwah ini, tajarrudlah untuk risalah ini, dan ikhlaslah untuk Allah sebagai Tuhan kalian, dan bekerjalah kalian niscaya Allah SWT selalu bersama kalian.
Semoga Allah memberikan pemahaman kepada kita tentang Tajarrud dan diberikan kekuatan untuk melaksanakannya, amin.

.::.
Sumber:
1. http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/07/06/tajarrud/
2. http://www.al-ikhwan.net/suara-dari-dalam-hati-7-tajarrud-totalitas-dalam-kehidupan-akh-muslim-2900
.::.

1 komentar:

  1. telah terjadi penipuan bisnis pulsa online melalui situs www.kartuajaib.com milik I Nyoman mudita. banyak yang jadi korban. Modusnya, setelah member melakukan transfer dana untuk deposit, server mereka tidak aktif lagi. layanan konsumen dan komplain juga tidak pernah online. begitu juga nomor layanan komplain tidak aktif lagi. mohon pihak terkait menindaklanjuti keresahan ribuan korban penipuan ini. terima kasih.

    ReplyDelete

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"