PERINTAH berzakat - salah satu rukun Islam – tertera secara gamblang pada banyak ayat Al Qur’an maupun hadits Nabi. Khalifah Abu Bakar sampai memerangi kaum yang enggan berzakat. Islam sangat serius menyikapi zakat. Kini juga kian banyak lembaga yang serius menggalang dan mengelola zakat demi mengoptimalkan zakat sebagai pengentas kemiskinan, kebodohan dan sederet permasalahan umat.
Besaran zakat, khususnya zakat harta yang 2.5 persen, sejatinya amat kecil dibanding total pendapatan kita, karena masih tersisa 97.5 persen lagi. Tarif zakat jauh di bawah pajak (pajak progresif individu antara 5 persen sampai dengan 35 persen; pajak badan usaha, 10 persen sampai dengan 30 persen). Anggaplah seorang karyawan bergaji 5juta rupiah, maka dia hanya wajib berzakat sebesar 125 ribu rupiah, nominal yang sangat kecil, tak lebih mahal dari sepotong t-shirt bermerk.
Di masa sahabat Nabi, selain ciri kesalihan spiritual, ditandai punya dengan kesalihan sosial. Generasi awal Islam seperti Abu Bakar ikhlas menginfakkan seluruh hartanya; Umar menginfakkan separoh hartanya; lalu Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain yang tak kalah hebat dalam berinfak. Mereka, jawara-jawara infak yang tak puas sebatas berzakat 2.5 persen. Kebanyakan orang dengan kedermawanan tinggi bertanya, masa zakat hanya 2.5 persen? Mereka merasa belum cukup menebus cinta Allah dan Rasul-Nya hanya dengan 2.5 persen dari pendapatan mereka. Mereka faham benar makna surat Ali Imran ayat
92:” Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Kendati begitu, toh, didasari kecintaan kepada umatnya, Rasulullah membatasi besaran infak maksimal 1/3 harta atau sekitar 33.3 persen. Nilai ini bagi masyarakat sekarang sangat fenomenal, mungkin sedikit sekali yang sanggup mengeluarkan 33.3 persen dari hartanya di jalan Allah. Ini angka maksimal, tak apa berinfak kurang dari itu. Namun, ini peluang bagi pendamba cinta Sang Khalik. Usai tunaikan zakat 2.5 persen, susul dengan amal ibadah maaliyah lain sebesar ”33.3 persen min 2.5 persen”, atau 30.8 persen. Salah satu yang disyariatkan- Nya, wakaf, atau shadaqah jariyah: amal ibadah harta yang pahalanya mengalir abadi dan manfaatnya terus dapat dirasakan oleh mauquf alaih (penerima manfaat wakaf).
Menggeser 2.5 persen menuju 33.3 persen, bukan perkara gampang. Perlu ikhtiar optimal mentransfer kebajikan ke seluruh lapisan masyarakat. Menikmati harta benda untuk diri sendiri, itu biasa, rela melepaskan harta yang dicintai untuk orang lain, itu luar biasa.
(Herman Budianto)
Besaran zakat, khususnya zakat harta yang 2.5 persen, sejatinya amat kecil dibanding total pendapatan kita, karena masih tersisa 97.5 persen lagi. Tarif zakat jauh di bawah pajak (pajak progresif individu antara 5 persen sampai dengan 35 persen; pajak badan usaha, 10 persen sampai dengan 30 persen). Anggaplah seorang karyawan bergaji 5juta rupiah, maka dia hanya wajib berzakat sebesar 125 ribu rupiah, nominal yang sangat kecil, tak lebih mahal dari sepotong t-shirt bermerk.
Di masa sahabat Nabi, selain ciri kesalihan spiritual, ditandai punya dengan kesalihan sosial. Generasi awal Islam seperti Abu Bakar ikhlas menginfakkan seluruh hartanya; Umar menginfakkan separoh hartanya; lalu Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain yang tak kalah hebat dalam berinfak. Mereka, jawara-jawara infak yang tak puas sebatas berzakat 2.5 persen. Kebanyakan orang dengan kedermawanan tinggi bertanya, masa zakat hanya 2.5 persen? Mereka merasa belum cukup menebus cinta Allah dan Rasul-Nya hanya dengan 2.5 persen dari pendapatan mereka. Mereka faham benar makna surat Ali Imran ayat
92:” Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Kendati begitu, toh, didasari kecintaan kepada umatnya, Rasulullah membatasi besaran infak maksimal 1/3 harta atau sekitar 33.3 persen. Nilai ini bagi masyarakat sekarang sangat fenomenal, mungkin sedikit sekali yang sanggup mengeluarkan 33.3 persen dari hartanya di jalan Allah. Ini angka maksimal, tak apa berinfak kurang dari itu. Namun, ini peluang bagi pendamba cinta Sang Khalik. Usai tunaikan zakat 2.5 persen, susul dengan amal ibadah maaliyah lain sebesar ”33.3 persen min 2.5 persen”, atau 30.8 persen. Salah satu yang disyariatkan- Nya, wakaf, atau shadaqah jariyah: amal ibadah harta yang pahalanya mengalir abadi dan manfaatnya terus dapat dirasakan oleh mauquf alaih (penerima manfaat wakaf).
Menggeser 2.5 persen menuju 33.3 persen, bukan perkara gampang. Perlu ikhtiar optimal mentransfer kebajikan ke seluruh lapisan masyarakat. Menikmati harta benda untuk diri sendiri, itu biasa, rela melepaskan harta yang dicintai untuk orang lain, itu luar biasa.
(Herman Budianto)
0 komentar:
Post a Comment
Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com
Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"