Setelah menyelesaikan agenda pertemuan jejaring Dompet Dhuafa dan Lokakarya Gerakan Zakat untuk Indonesia di Balikpapan - Kaltim selama tiga hari. Panitia membawa kami jalan-jalan ke Desa Pampang di Samarinda. Pampang adalah desa budaya salah satu suku Dayak yang dipertunjukkan khusus untuk wisatawan.
Di sana pengunjung dapat melihat pertunjukkan budaya suku Dayak dan tari-tarian kurang lebih sekitar 2 jam yang dilangsungkan di rumah adat. Menurut informasi dilaksanakan setiap hari Minggu dan setelah menonton pertunjukan, pengunjung juga bisa berfoto dengan penari ataupun dengan orang Dayak yang berkuping panjang. Sekali foto, anda harus merogoh kocek sebesar Rp.25.000,- sayang kami ke sana saat hari Sabtu, jadi tidak bisa menyaksikan pertunjukan itu.
Karena kami tidak bisa menonton pertunjukan itu kami hanya bisa mengambil foto-foto di sekitar rumah adat, apalagi ada anak penduduk adat asli Dayak yang berpakaian adat. Maka kami segera jeprat-jepret sana sini untuk mengambil foto yang terbaik.
Sebelum kembali kami semua dibuat terkejut, dan baru sadar ternyata setiap jepretan yang kami lakukan bersama anak-anak adat itu kena tarif Rp. 20.000,- per jepret. Astaghfirullah… padahal masing-masing jejaring (Rombongan lokakarya sekitar 16 daerah) pada memakai kamera masing-masing. Hitung saja sendiri, berapa ratus ribu panitia harus membayar ulah kami yang asal ‘jepret’ itu. Ketika perjalanan kembali ke Balikapan saya hanya bisa istighfar, itulah jika kurang informasi. Semoga ini menjadi pengalaman yang berharga.
Menurut informasi yang saya dapat memang sering terjadi wisatawan yang tidak mengetahui informasi seperti yang kami alami. Saya hanya berharap semoga pemerintah lebih memperhatikan aset wisata seni dan budaya ini dengan baik sehingga wisatawan semakin tertarik dan nyaman berkunjung bukan sebaliknya semakin sepi kunjungan wisatawan karena kurang perawatan dan pengaturannya.
Di sana pengunjung dapat melihat pertunjukkan budaya suku Dayak dan tari-tarian kurang lebih sekitar 2 jam yang dilangsungkan di rumah adat. Menurut informasi dilaksanakan setiap hari Minggu dan setelah menonton pertunjukan, pengunjung juga bisa berfoto dengan penari ataupun dengan orang Dayak yang berkuping panjang. Sekali foto, anda harus merogoh kocek sebesar Rp.25.000,- sayang kami ke sana saat hari Sabtu, jadi tidak bisa menyaksikan pertunjukan itu.
Karena kami tidak bisa menonton pertunjukan itu kami hanya bisa mengambil foto-foto di sekitar rumah adat, apalagi ada anak penduduk adat asli Dayak yang berpakaian adat. Maka kami segera jeprat-jepret sana sini untuk mengambil foto yang terbaik.
Sebelum kembali kami semua dibuat terkejut, dan baru sadar ternyata setiap jepretan yang kami lakukan bersama anak-anak adat itu kena tarif Rp. 20.000,- per jepret. Astaghfirullah… padahal masing-masing jejaring (Rombongan lokakarya sekitar 16 daerah) pada memakai kamera masing-masing. Hitung saja sendiri, berapa ratus ribu panitia harus membayar ulah kami yang asal ‘jepret’ itu. Ketika perjalanan kembali ke Balikapan saya hanya bisa istighfar, itulah jika kurang informasi. Semoga ini menjadi pengalaman yang berharga.
Menurut informasi yang saya dapat memang sering terjadi wisatawan yang tidak mengetahui informasi seperti yang kami alami. Saya hanya berharap semoga pemerintah lebih memperhatikan aset wisata seni dan budaya ini dengan baik sehingga wisatawan semakin tertarik dan nyaman berkunjung bukan sebaliknya semakin sepi kunjungan wisatawan karena kurang perawatan dan pengaturannya.
suatu kenaneka ragaman budaya indonesia yg patut di lestarikan..
ReplyDeletemantap banget....