Sunday, 18 January 2009

Politik Penjegalan Menjelang Pemilu

Kejutan besar terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Dua orang tokoh partai politik (parpol), yaitu Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, dan seorang calon presiden (capres), Rizal Ramli, terancam masuk bui.

Di tengah kesibukan mereka menghadapi persiapan pemilu, kedua tokoh ini justru harus berhadapan dengan persoalan hukum. Tifatul dijerat polisi dengan dugaan melakukan pidana kampanye, sedangkan Rizal Ramli diduga terlibat dalam kerusuhan saat demonstrasi penolakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM).

Penetapan kedua tokoh ini sebagai tersangka menjelang pemilu menimbulkan tanda tanya besar. Murnikah penetapan mereka sebagai tersangka karena terlibat pidana? Ataukah ini langkah politis menjegal lawan politik?

Tudingan ini merupakan langkah politik karena partai dan tokoh ini sinarnya mulai moncer. Kekuatan PKS sat ini bisa dikatakan menjadi salah satu parpol yang akan eksis di pemilu 2009. Sementara itu, manuver politik Rizal Ramli mulai mendapat sambutan sejumlah parpol.

Dijadikannya Ketua Komite Bangkit Indonesia, Rizal Ramli dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring sebagai tersangka, merupakan salah satu ciri manuver pembungkaman politik khas orde baru (orba).

Hal tersebut diungkap Ketua Pedoman Indonesia Fadjroel Rahman dalam pesan singkat yang diterima okezone di Jakarta, Sabtu (17/1/2009).

Mempertahankan kekuasaan dengan cara antidemokrasi, sangatlah merugikan dan merusak pembangunan demokrasi di Indonesia. Fadjroel mengimbau, agar masyarakat waspada dan melawan politik anti demokrasi.

Karena cara politik seperti yang dilakukan terhadap Tifatul dan Rizal, dinilainya dilakukan para orang-orang yang memiliki paham orde Baru ini.

"Publik harus waspada dan melawan politik antidemokrasi para Orba-is ini," tegasnya. (Lihat di okezone)

Pengamat politik UI, Boni Hargens, mengungkapkan hal yang sama. “Penetapan status tersangka Rizal Ramli dan Tifatul Sembiring menjadi skenario politik untuk membungkam lawan-lawan politik yang bakal menjadi pesaing di Pilpres 2009,” kata boni.

Politisi yang melakukan pengganjalan dengan cara ini, ungkap Boni, tidak akan mendapat dukungan rakyat. Menurutnya, masyarakat sudah cukup bisa mengerti atas persoalan penetapan tersangka Tifatul dan Rizal.

Dalam negara-negara yang menganut paham demokrasi, aksi massa seperti yang dilakukan Rizal Ramli dan Tifatul Sembiring sama sekali tidak bertentangan. Dalam alam demokrasi dan reformasi, semua orang bebas menyatakan pendapatnya.

Jika sampai Rizal Ramli atau Tifatul Sembiring diadili karena perbedaan pendapat, berarti pemerintah sudah menzalimi mereka. Ini akan menjadi ancaman bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

Model penjegalan, seperti ini merupakan bentuk penjegalan yang kasar. ”Kalau tidak ada rekayasa, tidak mungkin keduanya ditetapkan sebagai tersangka,” papar dia. Langkah ini kontraproduktif. Penjegalan seperti ini justru akan membuat simpati kepada dua tokoh ini semakin membesar.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait, menilai kasus yang membelit Rizal Ramli dan Tifatul Sembiring sama-sama aneh. Keduanya diperiksa hanya kurang dari tiga bulan menjelang Pemilu.

"Saya melihat kuat adanya keanehan pada pemeriksaan Pak Tifatul dan Rizal Ramli oleh kepolisian," kata salah satu Ketua Dewan Pengurus Pusat PDIP itu dalam diskusi Dialektika Demokrasi "Kebijakan Penurunan BBM: Politik Lipstik" di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Januari 2009. "Kenapa timing-nya sekarang semua?

Para calon presiden itu diperiksa hanya 2 bulan menjelang pemilu legislatif," kata Maruarar. Seharusnya, kata Maruarar, penegak hukum jangan tebang pilih. Ada berbagai masalah hukum di sekitar istana yang belum disentuh. "Kalau mau melakukan sesuatu dengan benar, seharusnya dimulai dari hulu," katanya.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid, menganggap tindakan polisi menjadikan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, sebagai tersangka sangat aneh. "Jadi, sangat aneh kalau apresiasi (terhadap Indonesia) yang tinggi di mata dunia, di Indonesia (yang berdemonstrasi) malah diajukan sebagai tersangka di kepolisian," kata Hidayat.

Hidayat meminta pemerintah atau polisi mendudukkan masalah demonstrasi PKS ini sesuai proporsinya. "Jelas sekali, acara demostrasi besar itu memang bukanlah dimaksudkan untuk kampanye, tapi sesuai dengan izinnya yaitu dalam rangka untuk demostrasi guna memberikan solidaritas kepada bangsa Palestina," kata Hidayat dalam jumpa pers di gedung MPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Januari 2009.

"Kalaupun ada bendera partai yang dibawa, sekarang kan bendera partai ada di mana-mana, di jalanan, di tol, di pohon-pohon, di papan-papan reklame -- semua dengan nomornya masing-masing, dan tidak ada yang mempermasalahkan itu," kata Hidayat.

Hidayat lalu mengharapkan permasalahan ini jangan sampai menjadi sesuatu yang aneh di mata dunia. Kelompok yang melakukan demo besar-besaran membantu bangsa Palestina dalam menolak kejahatan perang Israel yang diapresiasi dengan baik oleh dunia, di Indonesia malah diajukan menjadi tersangka. (lihat di vivanews)

Tudingan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai Kejaksaan Agung bukan merupakan tindak pidana pemilu. Untuk itu, Bawaslu diminta berhati-hati mengkaji kasus ini.

"Kan dia hanya melaksanakan demo di Bundaran HI, dan membawa bendera PKS. Itu bukan pidana dan bukan kampanye terselubung," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga di Kejagung Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Jumat (16/1/2009). ( Lihat di okezone)


Makin Solid

Direktur Eksekutif Indo-Barometer, Muhammad Qodari, mengungkapkan, kalau benar ada dugaan langkah ini dimaksudkan untuk menghancurkan citra partai atau politisi yang bersangkutan, ini tidak akan berhasil.

Justru Qidari melihat bahwa penetapan tersangka Tifatul justru akan semakin menguatkan PKS. Diungkapkannya, isu penetapan tersangka Tifatul bisa dimanfaatkan PKS untuk menggaungkan citra partai. PKS akan dilihat publik sebagai parpol yang dizalimi.

“Isu Palestina sangat dekat dengan rakyat Indonesia. Kalau rakyat melihat aksi solidaritas terhadap Palestina disalahkan, justru akan meningkatkan suara PKS,” papar Qodari.

Masyarakat Indonesia, sejak dulu, pro terhadap Palestina. Dengan begitu, masyarakat akan makin simpati terhadap PKS ataupun Tifatul.

Pengamat politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, melihat bahwa betapapun gencarnya propaganda politik yang dilancarkan musuh-musuh PKS, hal itu tidak akan berpengaruh terhadap perolehan suara PKS.

Diuangkapkan,PKS adalah partai yang penuh dengan kader dan pemilih yang loyal. “Jadi, loyalitas pemilih PKS tidak akan luntur gara-gara kasus Tifatul. “Sebaliknya, apabila PKS bisa memanfaatkan momentum kasus Tifatul menjadi isu politik yang efektif, keuntungan berupa melonjaknya perolehan suara PKS menjadi konsekuensi yang diperoleh partai tersebut.

“Jadi, hanya ada dua kemungkinan soal kasus Tifatul, PKS untung atau tidak rugi sama sekali.” Ujar Andrinof.

(Ditulis kembali dari Harian Republika dan beberapa media online)

3 komentar:

  1. pertama...salam kenal blogger bali

    ReplyDelete
  2. gw paling gak bisa ngomongin soal politik om... yang penting politik yang woke2 aja dech... :P

    ReplyDelete
  3. @fajarseraya: Salam kenal juga bli... selamat berkarya.

    @Masenchipz: hehehe, semoga Indonesia bisa menghadirkan politik yang woke...ya... Keep Semangat!

    ReplyDelete

Alim Mahdi adalah Founder www.mastersop.com

Konsultan SOP dan Penggagas "GERAKAN PENGUSAHA SADAR SOP"